Stasiun pemantau atmosfer Indonesia diakui dunia
Jakarta - Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Kototabang milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) diakui sebagai salah satu stasiun pemantau kualitas udara dengan peralatan terbaik di dunia.
"Ini menunjukkan kontribusi Indonesia pada dunia semakin diakui," kata Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, MEng uaai acara International Workshop on GAW Activities 2013, serta Inagurasi kerjasama CATCOS antara BMKG dan MeteoSwiss, di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan, di masa lalu BMKG hanya dapat mengukur dan mengirimkan data ke pusat data global, sekarang bisa menganalisnya, meski pada akhirnya tetap dikirim ke pusat data global.
Pusat Data Global yang dimaksud seperti World Data Centre for Greenhouse Gases (WDCCG), World Radiation Data Centre (WRDC), East Asia Network on Acid Deposition (EANET), dan Carbon Cycle Green-house Gases (CCGG).
Stasiun GAW Bukit Kototabang di Sumatera Barat ini dioperasikan sejak 1996 sebagai stasiun global GAW. Stasiun ini menjadi satu-satunya stasiun di Indonesia yang dijadikan sebagai acuan kondisi udara murni dengan ketersediaan data pengukuran fisika dan kimia atmosfer yang lengkap dan berkelanjutan.
"Pengukuran yang dilakukan di stasiun ini di antaranya radiasi matahari, rasio percampuran gas di udara, karakteristik aerosol dan pengamatan cuaca di permukaan," katanya.
Andi mengingatkan pentingnya memantau konsentrasi kimia atmosfer di kawasan Asia Tenggara dan dunia. Pengamatan jangka panjang dari semua jenis gas rumah kaca menunjukkan adanya kenaikan yang konsisten di seluruh penjuru dunia.
"Kita harus sama-sama menjaga jangan sampai kadar CO2 naik mencapai 450 ppm. Jika sampai batas yang mengkhawatirkan ini, dunia akan mengalami `free ice age`, es-es di kutub mencair dan tidak ada lagi es di kutub itu," katanya.
Andi mengingatkan, aktivitas manusia terbukti salah satu penggerak utama dari naiknya konsentrasi CO2 di atmosfer.
"Ini menunjukkan kontribusi Indonesia pada dunia semakin diakui," kata Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, MEng uaai acara International Workshop on GAW Activities 2013, serta Inagurasi kerjasama CATCOS antara BMKG dan MeteoSwiss, di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan, di masa lalu BMKG hanya dapat mengukur dan mengirimkan data ke pusat data global, sekarang bisa menganalisnya, meski pada akhirnya tetap dikirim ke pusat data global.
Pusat Data Global yang dimaksud seperti World Data Centre for Greenhouse Gases (WDCCG), World Radiation Data Centre (WRDC), East Asia Network on Acid Deposition (EANET), dan Carbon Cycle Green-house Gases (CCGG).
Stasiun GAW Bukit Kototabang di Sumatera Barat ini dioperasikan sejak 1996 sebagai stasiun global GAW. Stasiun ini menjadi satu-satunya stasiun di Indonesia yang dijadikan sebagai acuan kondisi udara murni dengan ketersediaan data pengukuran fisika dan kimia atmosfer yang lengkap dan berkelanjutan.
"Pengukuran yang dilakukan di stasiun ini di antaranya radiasi matahari, rasio percampuran gas di udara, karakteristik aerosol dan pengamatan cuaca di permukaan," katanya.
Andi mengingatkan pentingnya memantau konsentrasi kimia atmosfer di kawasan Asia Tenggara dan dunia. Pengamatan jangka panjang dari semua jenis gas rumah kaca menunjukkan adanya kenaikan yang konsisten di seluruh penjuru dunia.
"Kita harus sama-sama menjaga jangan sampai kadar CO2 naik mencapai 450 ppm. Jika sampai batas yang mengkhawatirkan ini, dunia akan mengalami `free ice age`, es-es di kutub mencair dan tidak ada lagi es di kutub itu," katanya.
Andi mengingatkan, aktivitas manusia terbukti salah satu penggerak utama dari naiknya konsentrasi CO2 di atmosfer.
0 komentar:
Posting Komentar