Pemerintah RI Studi Banding Konversi BBG ke Thailand
Jakarta - Untuk melancarkan program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG), pemerintah Indonesia akan bertandang ke Thailand. Pemerintah Indonesia ingin melakukan studi banding skema konversi BBG di negeri gajah putih ini.
"Dua minggu lagi ke Thailand untuk melihat skema konversi di sana," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana di kantornya, Jakarta, Senin (16/9/2013).
Armida menilai, Thailand adalah negara yang layak untuk dijadikan contoh. Sebab di tengah kesadaran statusnya bukan negara penghasil minyak dan gas, Thailand mampu mencari bahan bakar yang murah.
"Karena melihat Thailand sebagai contoh negara, dia itu nggak punya migas, tetapi berhasil dalam program konversi BBM ke BBG," sebutnya.
Kehadiran Armida di Thailand, tidak hanya akan mengunjungi para pejabat, namun juga akan melihat langsung proses lapangan. "Jadi bukan hanya bicara dengan pejabat-pejabat, saya akan lihat langsung ke desa-desa," kata Armida.
Secara instansi, menurut Armida, Bappenas bertanggung jawab atas program konversi BBM ke BBG tersebut. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, program ini tidak berjalan.
"Kami ikut bertanggung jawab, karena kami yang alokasikan ke pagu indikatif, kemarin ada anggaran, terus tahun lalu juga tidak terserap, tahun depan ada lagi. Jadi kita mau evaluasi, makanya butuh lihat contohnya biar evaluasinya tepat nanti," papar Armida.
"Dua minggu lagi ke Thailand untuk melihat skema konversi di sana," ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana di kantornya, Jakarta, Senin (16/9/2013).
Armida menilai, Thailand adalah negara yang layak untuk dijadikan contoh. Sebab di tengah kesadaran statusnya bukan negara penghasil minyak dan gas, Thailand mampu mencari bahan bakar yang murah.
"Karena melihat Thailand sebagai contoh negara, dia itu nggak punya migas, tetapi berhasil dalam program konversi BBM ke BBG," sebutnya.
Kehadiran Armida di Thailand, tidak hanya akan mengunjungi para pejabat, namun juga akan melihat langsung proses lapangan. "Jadi bukan hanya bicara dengan pejabat-pejabat, saya akan lihat langsung ke desa-desa," kata Armida.
Secara instansi, menurut Armida, Bappenas bertanggung jawab atas program konversi BBM ke BBG tersebut. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, program ini tidak berjalan.
"Kami ikut bertanggung jawab, karena kami yang alokasikan ke pagu indikatif, kemarin ada anggaran, terus tahun lalu juga tidak terserap, tahun depan ada lagi. Jadi kita mau evaluasi, makanya butuh lihat contohnya biar evaluasinya tepat nanti," papar Armida.
Pada kesempatan itu, Armida menyinggung soal dampak negatif kenaikan harga BBM yang dilakukan Juni lalu. Karena ketergantungan transportasi yang tinggi terhadap BBM, maka kenaikan harga BBM akan mengerek harga sembako naik. Ini bisa mempengaruhi kenaikan kemiskinan.
"Kemungkinan dampaknya inflasi ke daya beli. Karena akan lebih tinggi. Jadi ini persoalan harga kebutuhan pokok. Jadi concern kita. Kemudian pengaruh yang dari ekonomi yang akan melambat," ujar Armida.
Sementara untuk program pengentasan kemiskinan, menurutnya sudah lebih baik. Pemerintah hanya butuh memastikan program itu berjalan efektif.
"Kalau program perlindungan tidak akan dikurangi. Jadi pemerintah akan komitmen itu tidak akan dipotong. Tahun ini efektifitas program yang akan ditingkatkan," ujar Armida.
Pemerintah, lanjut Armida, berharap tingkat kemiskinan di Indonesia bisa ditekan sesuai target menjadi 10,5%. Meskipun saat ini kondisi ekonomi khususnya di dunia sedang guncang.
Sda beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan. Pertama adalah pertumbuhan ekonomi, kedua adalah daya beli, dan ketiga adalah program pengentasan kemiskinan.
"Kemiskinan kan harus lihat faktor yang mempengaruhi, ada 3. Pertama adalah pertumbuhan ekonomi. Kemudian kedua daya beli. Itu kan dipengaruhi oleh harga kebutuhan pokok dan ketiga berbagai program pengentasan kemiskinan," kata Armida.
"Kemungkinan dampaknya inflasi ke daya beli. Karena akan lebih tinggi. Jadi ini persoalan harga kebutuhan pokok. Jadi concern kita. Kemudian pengaruh yang dari ekonomi yang akan melambat," ujar Armida.
Sementara untuk program pengentasan kemiskinan, menurutnya sudah lebih baik. Pemerintah hanya butuh memastikan program itu berjalan efektif.
"Kalau program perlindungan tidak akan dikurangi. Jadi pemerintah akan komitmen itu tidak akan dipotong. Tahun ini efektifitas program yang akan ditingkatkan," ujar Armida.
Pemerintah, lanjut Armida, berharap tingkat kemiskinan di Indonesia bisa ditekan sesuai target menjadi 10,5%. Meskipun saat ini kondisi ekonomi khususnya di dunia sedang guncang.
Sda beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan. Pertama adalah pertumbuhan ekonomi, kedua adalah daya beli, dan ketiga adalah program pengentasan kemiskinan.
"Kemiskinan kan harus lihat faktor yang mempengaruhi, ada 3. Pertama adalah pertumbuhan ekonomi. Kemudian kedua daya beli. Itu kan dipengaruhi oleh harga kebutuhan pokok dan ketiga berbagai program pengentasan kemiskinan," kata Armida.
0 komentar:
Posting Komentar