BPPT kembangkan minyak nabati untuk pembangkit listrik
Jakarta - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang mengembangkan teknologi "pure plant oil" (PPO) atau minyak nabati untuk bahan baku pembangkit listrik.
"BPPT sudah mengembangkan teknologi PPO untuk bahan bakar PLTD, yakni di Pauh Limo. Saat ini sedang dilakukan pengujian pada PLTG," ujar Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material Unggul Priyanto di Jakarta, Senin.
Penggunaan PPO pada PLTD, lanjut dia, terbukti bagus hasilnya dan siap untuk menggantikan solar pada turbin gas PLTG.
"PPO jauh lebih murah dari harga solar. Lagipula, kebutuhan bahan bakar solar untuk pembangkit cukup besar," jelas dia.
Dia mengemukakan sebagian besar pembangkit listrik milik PLN berbahan baku diesel.
"BPPT sudah mengembangkan teknologi PPO untuk bahan bakar PLTD, yakni di Pauh Limo. Saat ini sedang dilakukan pengujian pada PLTG," ujar Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material Unggul Priyanto di Jakarta, Senin.
Penggunaan PPO pada PLTD, lanjut dia, terbukti bagus hasilnya dan siap untuk menggantikan solar pada turbin gas PLTG.
"PPO jauh lebih murah dari harga solar. Lagipula, kebutuhan bahan bakar solar untuk pembangkit cukup besar," jelas dia.
Dia mengemukakan sebagian besar pembangkit listrik milik PLN berbahan baku diesel.
BBN lebih murah dari BBM
Bahan Bakar Nabati (BBN) jauh lebih hemat daripada Bahan Bakar Minyak (BBM), kata Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material, Unggul Priyanto.
"Dibandingkan solar, biodiesel bisa menghemat Rp 1.360 per liter," katanya di Jakarta, Senin.
Penggunaan BBN seperti biodiesel berbahan baku minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), lanjut dia, juga bisa menjadi solusi untuk mengurangi impor BBM.
"Apalagi produksi CPO kita sudah berlebih yakni sekitar 25 juta ton per tahun. Sehingga tidak mengganggu kebutuhan pangan di Tanah Air," jelas dia.
Penggunaan BBN juga akan mengurangi emisi gas rumah kaca. Bahkan Unggul menyebutnya setara dengan nol emisi.
"CO2 yang keluar kemudian dihisap kembali tumbuhan dan tumbuhan menghasilkan oksigen dan juga bahan bakar. Jadi emisinya setara dengan nol," katanya.
Ia menambahkan, pada 2012 produksi biodiesel hanya 2,2 juta kilo liter dari kapasitas terpasang sekitar 4,5 juta kilo liter. "Jadi masih ada peluang untuk meningkatkan produksi."
Menurut dia, Indonesia perlu meningkatkan pemanfaatan potensi BBN dengan mengembangkan tanaman bahan baku seperti kelapa sawit dan membangun fasilitas produksi yang terintegrasi.
"Dibandingkan solar, biodiesel bisa menghemat Rp 1.360 per liter," katanya di Jakarta, Senin.
Penggunaan BBN seperti biodiesel berbahan baku minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO), lanjut dia, juga bisa menjadi solusi untuk mengurangi impor BBM.
"Apalagi produksi CPO kita sudah berlebih yakni sekitar 25 juta ton per tahun. Sehingga tidak mengganggu kebutuhan pangan di Tanah Air," jelas dia.
Penggunaan BBN juga akan mengurangi emisi gas rumah kaca. Bahkan Unggul menyebutnya setara dengan nol emisi.
"CO2 yang keluar kemudian dihisap kembali tumbuhan dan tumbuhan menghasilkan oksigen dan juga bahan bakar. Jadi emisinya setara dengan nol," katanya.
Ia menambahkan, pada 2012 produksi biodiesel hanya 2,2 juta kilo liter dari kapasitas terpasang sekitar 4,5 juta kilo liter. "Jadi masih ada peluang untuk meningkatkan produksi."
Menurut dia, Indonesia perlu meningkatkan pemanfaatan potensi BBN dengan mengembangkan tanaman bahan baku seperti kelapa sawit dan membangun fasilitas produksi yang terintegrasi.
0 komentar:
Posting Komentar