PT LEN, Terus Berinovasi Walau "Dikhianati" (3)
Dalam doktrin perang modern, kemampuan komunikasi suatu pasukan bisa menjadi penentu jalannya peperangan, siapa menjadi pemenang dan siapa menjadi pecundang. Untuk menunjang hal tersebut, maka dibutuhkan sebuah Alat Komunikasi (Alkom) militer yang memadai.
Alkom menjadi unsur yang penting dalam suatu operasi militer (pertahanan). Yakni, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi untuk mendukung koordinasi dan sub-ordinasi.
Berbeda dengan Alkom yang biasa digunakan kalangan sipil, Alkom yang digunakan militer harus memiliki beberapa kriteria wajib, seperti memiliki kemampuan anti sadap dan anti jamming yang berguna untuk mengurangi kemungkinan komunikasi terdengar oleh musuh, atau pun menghindar dari frekuensi yang dimiliki musuh.
Atas dasar kebutuhan itulah, LEN sebagai BUMN strategis yang bergerak dibidang alat elektronik pertahanan, mengembangkan sebuah Alkom militer untuk kebutuhan TNI. Alkom ini diberi nama Manpack FISCOR-100, yang sesuai dengan kebutuhan militer di medan perang.
Kepada INTELIJEN, Anggota Dewan Komisi I DPR RI, Roy Suryo mengatakan, LEN sebenarnya memiliki kontribusi yang sangat baik di bidang industri perangkat lunak, misalnya membuat perangkat lunak bagi Alutsita TNI.
Namun disayangkan, Alkom buatan anak bangsa belum dilirik oleh pemerintah. Bahkan Alkom buatan LEN dinilai ketinggalan zaman jika dibandingkan dengan produk luar.
Padahal produk LEN yang satu ini dikembangkan dengan biaya investasi yang tidak sedikit dan layak digunakan. PT LEN mengembangkan MAnpack dengan memperhatikan persyaratan yang diajukan oleh TNI.
Kepada INTELIJEN mantan Wakil Komisi I DPR RI Periode 2004-2009, Yusron Ihza mengatakan, LEN itu sudah marah kepada pemerintah, sehingga LEN tidak tergantung lagi kepada pesanan dari pemerintah.
Penghargaan
Sebagaimana pengertian alat komunikasi, Alkom Manpack FISCOR-100 adalah peralatan militer berbentuk radio portable untuk tentara. Fungsinya untuk dapat berkomunikasi satu dengan lainnya di medan pertempuran.
Produk buatan BUMNIS asal kota Bandung ini beroperasi pada rentang frekuensi 2 MegaHerzt hingga 30 MegaHerzt dengan 256 channel, yang memerlukan pasokan tenaga 12 Vdc-24 Vdc. Alkom ini bisa digunakan untuk komunikasi pada level peleton hingga batalion.
Teknologi Manpack Alkom FISCOR-100, pada awalnya dikembangkan bersama Pemerintah Australia. Namun di tengah jalan kerjasama itu dialihkan kepada Thales, yang merupakan perusahaan elektronik terbesar di Perancis.
Tetapi kerjasama itu hanya sebatas pada matrikulasi frekuensi radio saja, sebab rogram tersebut belum bisa diimplementasikan di Indonesia, serta tidak menyangkut kerahasiaan data telekomunikasi dari pesawat komunikasi tersebut. Kerahasiaan adalah suatu hal penting bagi Alkom pertahanan, karena dibuat secara rahasia oleh negara, dan juga untuk menghindari dari tindakan jamming oleh musuh.
Untuk menghindari jamming lawan, LEN mencangkokkan teknologi spread spectrum. Alkom dengan teknologi ini memungkinkan prajurit melakukan komunikasi dimana sinyal yang dikirimkan, akan ditebar ke dalam area frekuensi yang lebar.
Perbedaannya dengan produk sipil, jika pada komunikasi normal, sinyal suara dikirim dengan memodulasi ke dalam frekuensi carrier tertentu. Tetapi dengan teknologi spread spectrum, informasi suara tersebut akan ditebarkan secara acak ke dalam frekuensi carrier yang lebar.
Karena keunikan kemampuan itulah, Manpack Alkom FISCOR-100 mendapatkan penghargaan Rintisan Teknologi Industri 2009. Karena LEN dianggap mampu menciptakan produk dengan kriteria inovatif, kompetitif, memiliki nilai komersial dan mengusung keunikan lokal.
Untuk kemampuan produksi pesawat komunikasi ini, LEN mengklaim mampu memproduksi antara 1.000 hinga 1.500 unit pertahunnya. Jumlah yang cukup banyak untuk perusahaan sekelas LEN.
Janji Pemerintah
Alkom buatan PT LEN dianggap sebagai produk inovatif, kompetitif, memiliki nilai komersial dan mengusung kearifan lokal, yang berarti harganya bisa menjadi lebih murah ketimbang produk sejenis dari luar. Kenytaannya, alat komunikasi ini belum dipesan satu pun oleh TNI. Padahal Kementerian Pertahanan telah menguji coba enam unit Alkom buatan LEN di Mabes TNI.
Nasib sial Alkom buatan anak bangsa ini tidak sampai di situ. Manpack FISCOR-100 pernah kalah tender dari produk Afrika untuk pengadaan Alkom untuk TNI. Padahal jika dibandingkan, Alkom buatan LEN memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh Alkom buatan luar negeri tersebut.
Apalagi menurut informasi yang beredar, Alkom buatan asing itu ternyata tidak dilengkapi dengan teknologi anti sadap dan anti jamming yang disyaratkan oleh TNI. Secara fisik alkom buatan luar negeri tersebut juga memiliki dimensi yang lebih besar, sehingga memakan tempat dan tidak praktis dibawa.
Ini memang penyakit lama di Indonesia. Para pengambil keputusan di negeri ini lebih memilih produk luar yang dianggap telah memiliki predikat battle proven, ketimbang memilih produk dalam negeri yang lebih murah tapi memiliki kualitas yang tidak kalah bagus.
Kepada INTELIJEN, Roy Suryo mengatakan, memang harus ada itikad baik dan didukung oleh political will yang benar dari pemerintah. Maka dengan optimisme dan niat baik untuk mengembangkan industri pertahanan, maka kemandirian bisa tercapai.
Mudah-mudahan, dengan adanya program revitalisasi industri pertahanan yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di awal masa kepemimpinannya yang kedua, dapat membawa angin segar bagi LEN.
Alkom menjadi unsur yang penting dalam suatu operasi militer (pertahanan). Yakni, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi untuk mendukung koordinasi dan sub-ordinasi.
Berbeda dengan Alkom yang biasa digunakan kalangan sipil, Alkom yang digunakan militer harus memiliki beberapa kriteria wajib, seperti memiliki kemampuan anti sadap dan anti jamming yang berguna untuk mengurangi kemungkinan komunikasi terdengar oleh musuh, atau pun menghindar dari frekuensi yang dimiliki musuh.
Atas dasar kebutuhan itulah, LEN sebagai BUMN strategis yang bergerak dibidang alat elektronik pertahanan, mengembangkan sebuah Alkom militer untuk kebutuhan TNI. Alkom ini diberi nama Manpack FISCOR-100, yang sesuai dengan kebutuhan militer di medan perang.
Kepada INTELIJEN, Anggota Dewan Komisi I DPR RI, Roy Suryo mengatakan, LEN sebenarnya memiliki kontribusi yang sangat baik di bidang industri perangkat lunak, misalnya membuat perangkat lunak bagi Alutsita TNI.
Namun disayangkan, Alkom buatan anak bangsa belum dilirik oleh pemerintah. Bahkan Alkom buatan LEN dinilai ketinggalan zaman jika dibandingkan dengan produk luar.
Padahal produk LEN yang satu ini dikembangkan dengan biaya investasi yang tidak sedikit dan layak digunakan. PT LEN mengembangkan MAnpack dengan memperhatikan persyaratan yang diajukan oleh TNI.
Kepada INTELIJEN mantan Wakil Komisi I DPR RI Periode 2004-2009, Yusron Ihza mengatakan, LEN itu sudah marah kepada pemerintah, sehingga LEN tidak tergantung lagi kepada pesanan dari pemerintah.
Penghargaan
Sebagaimana pengertian alat komunikasi, Alkom Manpack FISCOR-100 adalah peralatan militer berbentuk radio portable untuk tentara. Fungsinya untuk dapat berkomunikasi satu dengan lainnya di medan pertempuran.
Produk buatan BUMNIS asal kota Bandung ini beroperasi pada rentang frekuensi 2 MegaHerzt hingga 30 MegaHerzt dengan 256 channel, yang memerlukan pasokan tenaga 12 Vdc-24 Vdc. Alkom ini bisa digunakan untuk komunikasi pada level peleton hingga batalion.
Teknologi Manpack Alkom FISCOR-100, pada awalnya dikembangkan bersama Pemerintah Australia. Namun di tengah jalan kerjasama itu dialihkan kepada Thales, yang merupakan perusahaan elektronik terbesar di Perancis.
Tetapi kerjasama itu hanya sebatas pada matrikulasi frekuensi radio saja, sebab rogram tersebut belum bisa diimplementasikan di Indonesia, serta tidak menyangkut kerahasiaan data telekomunikasi dari pesawat komunikasi tersebut. Kerahasiaan adalah suatu hal penting bagi Alkom pertahanan, karena dibuat secara rahasia oleh negara, dan juga untuk menghindari dari tindakan jamming oleh musuh.
Untuk menghindari jamming lawan, LEN mencangkokkan teknologi spread spectrum. Alkom dengan teknologi ini memungkinkan prajurit melakukan komunikasi dimana sinyal yang dikirimkan, akan ditebar ke dalam area frekuensi yang lebar.
Perbedaannya dengan produk sipil, jika pada komunikasi normal, sinyal suara dikirim dengan memodulasi ke dalam frekuensi carrier tertentu. Tetapi dengan teknologi spread spectrum, informasi suara tersebut akan ditebarkan secara acak ke dalam frekuensi carrier yang lebar.
Karena keunikan kemampuan itulah, Manpack Alkom FISCOR-100 mendapatkan penghargaan Rintisan Teknologi Industri 2009. Karena LEN dianggap mampu menciptakan produk dengan kriteria inovatif, kompetitif, memiliki nilai komersial dan mengusung keunikan lokal.
Untuk kemampuan produksi pesawat komunikasi ini, LEN mengklaim mampu memproduksi antara 1.000 hinga 1.500 unit pertahunnya. Jumlah yang cukup banyak untuk perusahaan sekelas LEN.
Janji Pemerintah
Alkom buatan PT LEN dianggap sebagai produk inovatif, kompetitif, memiliki nilai komersial dan mengusung kearifan lokal, yang berarti harganya bisa menjadi lebih murah ketimbang produk sejenis dari luar. Kenytaannya, alat komunikasi ini belum dipesan satu pun oleh TNI. Padahal Kementerian Pertahanan telah menguji coba enam unit Alkom buatan LEN di Mabes TNI.
Nasib sial Alkom buatan anak bangsa ini tidak sampai di situ. Manpack FISCOR-100 pernah kalah tender dari produk Afrika untuk pengadaan Alkom untuk TNI. Padahal jika dibandingkan, Alkom buatan LEN memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh Alkom buatan luar negeri tersebut.
Apalagi menurut informasi yang beredar, Alkom buatan asing itu ternyata tidak dilengkapi dengan teknologi anti sadap dan anti jamming yang disyaratkan oleh TNI. Secara fisik alkom buatan luar negeri tersebut juga memiliki dimensi yang lebih besar, sehingga memakan tempat dan tidak praktis dibawa.
Ini memang penyakit lama di Indonesia. Para pengambil keputusan di negeri ini lebih memilih produk luar yang dianggap telah memiliki predikat battle proven, ketimbang memilih produk dalam negeri yang lebih murah tapi memiliki kualitas yang tidak kalah bagus.
Kepada INTELIJEN, Roy Suryo mengatakan, memang harus ada itikad baik dan didukung oleh political will yang benar dari pemerintah. Maka dengan optimisme dan niat baik untuk mengembangkan industri pertahanan, maka kemandirian bisa tercapai.
Mudah-mudahan, dengan adanya program revitalisasi industri pertahanan yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di awal masa kepemimpinannya yang kedua, dapat membawa angin segar bagi LEN.
0 komentar:
Posting Komentar