Kapal Nasional Kuasai Operasional Hulu Migas

Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bersama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), mendukung implementasi ketentuan Undang-Undang (UU) Pelayaran yang mewajibkan semua fasilitas terapung di laut Indonsia harus berbendera Indonesia atau dikenal dengan azas cabotage.

Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini mengatakan, adanya klausul kewajiban berbendera Indonesia dalam setiap proses pengadaan kapal. Kemudian mengoptimalkan sharing capacity untuk penggunaan fasilitas penunjang operasi, serta melibatkan galangan kapal nasional dalam setiap proyek pembangunan kapal baru di KKKS.

"Jumlah kapal penunjang operasi di hulu migas sebanyak 672 unit. Hanya tiga persen atau 20 kapal masih berbendera asing. Sisanya sebanyak 97 persen kapal telah berbendera Indonesia. Fakta ini menunjukkan keberpihakan hulu migas pada perkapalan nasional," kata Rudi dalam pembukaan Konvensi Nasional Penunjang Operasi Migas di Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/05).

Rudi mengungkapkan, beberapa tantangan penggunaan kapal nasional secara penuh di sektor hulu migas. Tantangan itu berupa sulitnya ketersediaan kapal seismik, pengeboran dan penggelaran pipa yang berbendera Indonesia. Padahal kebutuhan kapal pengeboran sampai dengan 2015 sekitar 64 kapal.

"Kondisi ini menunjukkan suplai kapal pengeboran berbendera Indonesia masih sangat jauh dari kebutuhan operasional di hulu migas," ujarnya.

Rudi mengatakan, kegiatan pengeboran akan meningkat dimasa mendatang. Namun di sisi lain, Kementerian Perhubungan (Kemhub) memberikan masa dispensasi kapal pengeboran sampai akhir 2015. Dia menyatakan perlu dicarikan solusi terbaik untuk menjembatani antara kebutuhan operasi hulu migas dan pemenuhan konstitusional.

"Jika penerapan azas cabotage dilaksanakan tanpa kompromi, niscaya pencapaian produksi migas dan kegiatan hulu migas akan mengalami banyak hambatan," jelasnya.


0 komentar:

Posting Komentar