Indonesia kurangi risiko perubahan iklim dengan teknologi
Jakarta - Pemerintah Indonesia terus meningkatkan upaya-upaya pengurangan risiko bencana akibat perubahan iklim melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Indonesia sebagai salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia, memahami betul dampak bencana terhadap aspek sosial dan ekonomi salah satunya yang ditimbulkan dari perubahan iklim," kata Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat, Sugihartatmo, di Jakarta Rabu dalam pembukaan workshop "Reducing Vulnerability to Disasters and Climate Change Impacts in Asia for The Fisheries and Aquaculture Sectors".
Dia menjelaskan, kawasan Asia Pasifik tahun 2012 merupakan wilayah paling rawan bencana di dunia. Sementara itu terjadinya bencana dinilai dapat berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan bersangkutan.
Banyak kelompok rentan, seperti keluarga miskin, yang situasi kehidupannya menjadi semakin sulit jika terkena bencana.
Oleh karena itu, Negara-negara di ASEAN maupun di kawasan Asia Pasifik menyadari pentingnya memperkuat kerja sama dalam pengurangan risiko bencana dan peningkatan ketangguhan menghadapi bencana.
"Pembangunan di bidang kesejahteraan rakyat merupakan tantangan yang cukup serius dalam era perubahan iklim dan tingginya frekuensi kejadian bencana. Masyarakat yang perekonomian dan mata pencahariannya bergantung pada faktor iklim/cuaca seperti petani, nelayan dan masyarakat pesisir menjadi semakin rentan," katanya.
Masyarakat, tambah dia, harus dikondisikan untuk lebih siap, tahan dan kuat terhadap ancaman yang diakibatkan oleh perubahan iklim.
"Untuk menghadapi perubahan iklim dan dampak-dampaknya, perlu segera mengintegrasikan dan mengarusutamakan aspek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kedalam program-program pembangunan nasional," katanya.
Sedangkan Kepala Perwakilan FAO Indonesia, Dr Mustafa Imir, mengatakan bahwa tujuan dari lokakarya regional ini adalah untuk menetapkan dasar mutakhir berkaitan dengan integrasi perubahan iklim, manajemen risiko bencana dan perikanan dan budidaya di negara-negara ASEAN.
Selain itu, mengkoordinasikan kegiatan, memperkuat kemitraan dan mengidentifikasi kesenjangan dan daerah prioritas bagi dukungan penyelenggara dan mitra kerja lainnya.
"Indonesia sebagai salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia, memahami betul dampak bencana terhadap aspek sosial dan ekonomi salah satunya yang ditimbulkan dari perubahan iklim," kata Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat, Sugihartatmo, di Jakarta Rabu dalam pembukaan workshop "Reducing Vulnerability to Disasters and Climate Change Impacts in Asia for The Fisheries and Aquaculture Sectors".
Dia menjelaskan, kawasan Asia Pasifik tahun 2012 merupakan wilayah paling rawan bencana di dunia. Sementara itu terjadinya bencana dinilai dapat berdampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan bersangkutan.
Banyak kelompok rentan, seperti keluarga miskin, yang situasi kehidupannya menjadi semakin sulit jika terkena bencana.
Oleh karena itu, Negara-negara di ASEAN maupun di kawasan Asia Pasifik menyadari pentingnya memperkuat kerja sama dalam pengurangan risiko bencana dan peningkatan ketangguhan menghadapi bencana.
"Pembangunan di bidang kesejahteraan rakyat merupakan tantangan yang cukup serius dalam era perubahan iklim dan tingginya frekuensi kejadian bencana. Masyarakat yang perekonomian dan mata pencahariannya bergantung pada faktor iklim/cuaca seperti petani, nelayan dan masyarakat pesisir menjadi semakin rentan," katanya.
Masyarakat, tambah dia, harus dikondisikan untuk lebih siap, tahan dan kuat terhadap ancaman yang diakibatkan oleh perubahan iklim.
"Untuk menghadapi perubahan iklim dan dampak-dampaknya, perlu segera mengintegrasikan dan mengarusutamakan aspek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kedalam program-program pembangunan nasional," katanya.
Sedangkan Kepala Perwakilan FAO Indonesia, Dr Mustafa Imir, mengatakan bahwa tujuan dari lokakarya regional ini adalah untuk menetapkan dasar mutakhir berkaitan dengan integrasi perubahan iklim, manajemen risiko bencana dan perikanan dan budidaya di negara-negara ASEAN.
Selain itu, mengkoordinasikan kegiatan, memperkuat kemitraan dan mengidentifikasi kesenjangan dan daerah prioritas bagi dukungan penyelenggara dan mitra kerja lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar