Tak Nyangka Hobinya Berbuah Apresiasi dari Luar Negeri
Gerry Soejatman, Pakar Penerbangan dan Investigator Swasta si Besi Terbang
NAMA Gerry Soejatman sudah tidak asing di kalangan para pelaku bisnis penerbangan di Indonesia. Dia merupakan pengamat sekaligus investigator swasta yang langka untuk kasus-kasus kecelakaan pesawat. Bagaimana dia bekerja?
SUGENG SULAKSONO, JAKARTA
============================
Malam semakin larut. Sejam lagi sudah berganti hari. Tiba-tiba ponsel Gerry berdering. Meski lelah, tanpa ragu dia mengangkat telepon itu setelah melihat nama yang tertera di layar HP-nya. Si penelepon adalah pilot instruktur senior dari salah satu maskapai penerbangan nasional.
Pilot itu kemudian bercerita bahwa dirinya sedang berdiskusi dengan beberapa calon pilot dan membutuhkan alasan teoretis untuk menjelaskan kepada mereka. "Diskusi itu memperdebatkan peraturan dalam penerbangan," ungkap Gerry saat ditemui Jawa Pos di Menara Jamsostek, Jumat (19/4).
"Ceritanya, kawan itu konsultasi ke saya tentang materi perdebatan itu sekaligus mencari pijakan teorinya," tambah dia.
Gerry dengan cepat mencarikan referensi yang dibutuhkan temannya tersebut. Dia memang memiliki perpustakaan khusus tentang kedirgantaraan di rumahnya. Mulai buku teori-teori penerbangan, buku manual pesawat dan maskapai penerbangan, serta ratusan majalah asing yang semua terkait dengan dunia penerbangan.
"Untuk buku teori, tidak terlalu banyak sih, paling puluhan. Manual pesawat juga tidak banyak. Kalau majalah, ada dua lemari," jelas pria kelahiran Jakarta, 9 Desember 1975, itu.
Dia mengumpulkan buku dan majalah sejak masih kecil. Setamat SD, Gerry melanjutkan sekolah di Inggris sampai tamat SMA. Di sana, hobinya benar-benar dapat saluran. "Di sana, buku dan majalah penerbangan banyak dan murah," ungkap sarjana keuangan dari University of Technology Sydney, Australia (2001), itu.
Gerry tidak menyangka hobi mengamati pesawat terbang tersebut di kemudian hari bisa mendorong dirinya untuk mendalami bahkan terjun di industrinya sekaligus. "Dulu waktu kecil kan belum tahu besi kok bisa terbang. Sampai akhirnya tahu bahwa terbang itu satu-satunya cara tercepat pergi ke dunia lain," kata ayah Rinardi, 1, hasil pernikahannya dengan pramugari Ririn Rinduwati, tersebut.
Berkat hobinya itu, Gerry memberikan manfaat kepada banyak orang. Termasuk para pilot dan pekerja industri penerbangan. Salah satunya, teman pilotnya yang bingung memberikan penjelasan itu.
Selain itu, Gerry piawai melakukan investigasi kasus-kasus kecelakaan pesawat. Hasil penyelidikannya dinilai lebih detail dan memberi sudut pandang yang berbeda. Pandangannya dimanfaatkan banyak pihak yang berkepentingan, baik di dalam maupun luar negeri.
Misalnya ketika kecelakaan pesawat Adam Air Boeing 737-400 jalur Jakarta"Manado yang menelan korban 96 penumpang dan 6 awak. Musibah pada 2007 itu ditayangkan National Geographic dalam acara Aircrash Investigation dan Gerry menjadi narasumber utama dari sisi pengamat.
Kasus itu amat berkesan bagi Gerry. Namanya jadi tambah top karena dia sering dimintai konfirmasi atau menjadi narasumber berbagai forum kedirgantaraan di tanah air maupun mancanegara.
"Saya sangat terharu, begitu banyak orang yang ternyata mengapresiasi positif investigasi saya. Bahkan, keluarga korban tak henti-henti menyampaikan terima kasih dan lega setelah mendengar penjelasan saya tentang kecelakaan itu," paparnya.
Lalu, apa hasil analisis dia tentang kecelakaan Lion Air di Bali belum lama ini" Dalam kasus Lion Air, Gerry punya kesimpulan awal. Seandainya benar perkataan pilot bahwa ada wind shear alias badai, keputusan pilot dinilainya sudah benar. Sebab, dalam kondisi seperti itu tidak disarankan mengubah posisi flap sebelum keluar dari terpaan wind shear.
"Pilot belum mengarah ke landasan. Saya simpulkan dia masih mengarah ke beacon radio di bandara," terangnya.
Saat terkena wind shear itu, Gerry memperkirakan bahwa sangat mungkin pilot dan kopilotnya belum sempat melihat runway. "Dalam arti mereka masih melihat porsi instrumen, masih lihat ke bawah. Sebab, kalau sudah visual, mereka belokkan ke runway untuk lurusin," ulasnya.
Selain di blog pribadinya, gerryairways.blogspot.com, atau forum komunitas penerbangan Indoflyer, Gerry juga aktif di komunitas luar negeri. Salah satunya, dia menjadi penulis tetap website komunitas penerbangan terbesar di dunia, airliners.net. Contohnya, saat terjadi kasus kecelakaan pesawat Air France di Samudra Atlantik pada 2009, analisis Gerry tentang penyebab insiden itu ditampilkan.
"Itu kasus misterius. Pesawat jatuh di laut dan saat ditemukan ternyata berada di kedalaman laut. Kesimpulan saya saat itu tidak jauh berbeda dengan hasil penyelidikan yang dilakukan otoritas di sana," tutur dia.
Dalam penyelidikan setiap kecelakaan, menurut Gerry, yang dilakukan bukan sekadar mencari kesalahan. Yang lebih penting adalah perbaikan yang harus dilakukan untuk keselamatan bersama dan kemajuan industri penerbangan di Indonesia. Memang pertanyaan pertama yang sering muncul selalu dikaitkan dengan kesalahan yang dilakukan pilot.
Setiap orang, termasuk pilot, papar Gerry, jika diinvestigasi dalam kondisi tertekan justru akan menutup informasi yang sesungguhnya. Terlebih jika dia mengetahui ancaman hukuman yang akan menjeratnya dan pemecatan yang mungkin diterima sebagai "ganjaran".
"Padahal, info dari pilot sangat penting untuk perbaikan perubahan sistem, prosedur, perbaikan umum, dan industri. Apakah pilot lengah, sembrono, atau apes" Kalau apes, bagaimana penjelasannya?" tutur Gerry.
Seorang pilot atau awak kabin lain, menurut dia, semestinya tidak hanya tahu persoalan teknis dan teori. Mereka dituntut untuk pandai mengambil keputusan dengan cepat di saat genting. Jadi, wajar kalau gaji mereka tinggi. "Pramugari dibayar tinggi bukan sekadar buat pajangan, tapi harus bisa mengambil keputusan dengan cepat dan tepat," tegasnya.
Proses takeoff alias lepas landas dan landing atau pendaratan dinilai Gerry sebagai fase kritis. Sebab, banyak kecelakaan yang terjadi dalam dua fase tersebut. Karena itu, banyak materi dalam training di dua fase tersebut.
Atas pertimbangan itu pula, Gerry merintis komunitas penerbangan Indoflyer pada 2004 bersama dengan beberapa orang. Aktivitasnya yang paling banyak adalah diskusi. Selebihnya, dia berkunjung ke PT Dirgantara Indonesia, PT Aerofood Catering Services, Bandara Halim Perdanakusuma, dan banyak lainnya. "Hingga kini member di forum itu sudah sekitar 12 ribu orang," ucapnya.
Meski sangat piawai, Gerry belum berniat masuk ke industri penerbangan secara langsung. Saat ini dia bekerja sebagai solution manager aerospace & defence services di PT Dini Nusa Kusuma, perusahaan penyedia jasa komunikasi di pesawat terbang. "Saya enjoy di situ. Belum tertarik untuk terjun langsung di industri penerbangan. Nanti lah, banyak jalan menuju Roma," ucapnya, lantas tertawa.
Selain itu, Gerry menjadi independent aviation consultant. Kliennya adalah beberapa perusahaan travel yang bermitra dengan perusahaan penerbangan dan sejumlah maskapai. Sebenarnya, pada 2005 dia hampir saja mendirikan maskapai penerbangan. Rekannya yang seorang pemilik modal menunjuk dia untuk merencanakan maskapai penerbangan sekaligus memilih jenis pesawat yang akan menjadi armadanya. Tapi, proyek itu gagal karena seorang rekan ngotot dengan pilihannya.
"Rupanya, kengototan teman itu membuat bos marah. Di depan mata saya, dia menyobek cek USD 5 juta. Saya langsung lemas," kenangnya.
"Karena itu, sejauh ini saya belum berniat untuk terjun langsung di industri penerbangan. Entah suatu saat nanti," tandas Gerry. (*/c11/ari)
SUGENG SULAKSONO, JAKARTA
============================
Malam semakin larut. Sejam lagi sudah berganti hari. Tiba-tiba ponsel Gerry berdering. Meski lelah, tanpa ragu dia mengangkat telepon itu setelah melihat nama yang tertera di layar HP-nya. Si penelepon adalah pilot instruktur senior dari salah satu maskapai penerbangan nasional.
Pilot itu kemudian bercerita bahwa dirinya sedang berdiskusi dengan beberapa calon pilot dan membutuhkan alasan teoretis untuk menjelaskan kepada mereka. "Diskusi itu memperdebatkan peraturan dalam penerbangan," ungkap Gerry saat ditemui Jawa Pos di Menara Jamsostek, Jumat (19/4).
"Ceritanya, kawan itu konsultasi ke saya tentang materi perdebatan itu sekaligus mencari pijakan teorinya," tambah dia.
Gerry dengan cepat mencarikan referensi yang dibutuhkan temannya tersebut. Dia memang memiliki perpustakaan khusus tentang kedirgantaraan di rumahnya. Mulai buku teori-teori penerbangan, buku manual pesawat dan maskapai penerbangan, serta ratusan majalah asing yang semua terkait dengan dunia penerbangan.
"Untuk buku teori, tidak terlalu banyak sih, paling puluhan. Manual pesawat juga tidak banyak. Kalau majalah, ada dua lemari," jelas pria kelahiran Jakarta, 9 Desember 1975, itu.
Dia mengumpulkan buku dan majalah sejak masih kecil. Setamat SD, Gerry melanjutkan sekolah di Inggris sampai tamat SMA. Di sana, hobinya benar-benar dapat saluran. "Di sana, buku dan majalah penerbangan banyak dan murah," ungkap sarjana keuangan dari University of Technology Sydney, Australia (2001), itu.
Gerry tidak menyangka hobi mengamati pesawat terbang tersebut di kemudian hari bisa mendorong dirinya untuk mendalami bahkan terjun di industrinya sekaligus. "Dulu waktu kecil kan belum tahu besi kok bisa terbang. Sampai akhirnya tahu bahwa terbang itu satu-satunya cara tercepat pergi ke dunia lain," kata ayah Rinardi, 1, hasil pernikahannya dengan pramugari Ririn Rinduwati, tersebut.
Berkat hobinya itu, Gerry memberikan manfaat kepada banyak orang. Termasuk para pilot dan pekerja industri penerbangan. Salah satunya, teman pilotnya yang bingung memberikan penjelasan itu.
Selain itu, Gerry piawai melakukan investigasi kasus-kasus kecelakaan pesawat. Hasil penyelidikannya dinilai lebih detail dan memberi sudut pandang yang berbeda. Pandangannya dimanfaatkan banyak pihak yang berkepentingan, baik di dalam maupun luar negeri.
Misalnya ketika kecelakaan pesawat Adam Air Boeing 737-400 jalur Jakarta"Manado yang menelan korban 96 penumpang dan 6 awak. Musibah pada 2007 itu ditayangkan National Geographic dalam acara Aircrash Investigation dan Gerry menjadi narasumber utama dari sisi pengamat.
Kasus itu amat berkesan bagi Gerry. Namanya jadi tambah top karena dia sering dimintai konfirmasi atau menjadi narasumber berbagai forum kedirgantaraan di tanah air maupun mancanegara.
"Saya sangat terharu, begitu banyak orang yang ternyata mengapresiasi positif investigasi saya. Bahkan, keluarga korban tak henti-henti menyampaikan terima kasih dan lega setelah mendengar penjelasan saya tentang kecelakaan itu," paparnya.
Lalu, apa hasil analisis dia tentang kecelakaan Lion Air di Bali belum lama ini" Dalam kasus Lion Air, Gerry punya kesimpulan awal. Seandainya benar perkataan pilot bahwa ada wind shear alias badai, keputusan pilot dinilainya sudah benar. Sebab, dalam kondisi seperti itu tidak disarankan mengubah posisi flap sebelum keluar dari terpaan wind shear.
"Pilot belum mengarah ke landasan. Saya simpulkan dia masih mengarah ke beacon radio di bandara," terangnya.
Saat terkena wind shear itu, Gerry memperkirakan bahwa sangat mungkin pilot dan kopilotnya belum sempat melihat runway. "Dalam arti mereka masih melihat porsi instrumen, masih lihat ke bawah. Sebab, kalau sudah visual, mereka belokkan ke runway untuk lurusin," ulasnya.
Selain di blog pribadinya, gerryairways.blogspot.com, atau forum komunitas penerbangan Indoflyer, Gerry juga aktif di komunitas luar negeri. Salah satunya, dia menjadi penulis tetap website komunitas penerbangan terbesar di dunia, airliners.net. Contohnya, saat terjadi kasus kecelakaan pesawat Air France di Samudra Atlantik pada 2009, analisis Gerry tentang penyebab insiden itu ditampilkan.
"Itu kasus misterius. Pesawat jatuh di laut dan saat ditemukan ternyata berada di kedalaman laut. Kesimpulan saya saat itu tidak jauh berbeda dengan hasil penyelidikan yang dilakukan otoritas di sana," tutur dia.
Dalam penyelidikan setiap kecelakaan, menurut Gerry, yang dilakukan bukan sekadar mencari kesalahan. Yang lebih penting adalah perbaikan yang harus dilakukan untuk keselamatan bersama dan kemajuan industri penerbangan di Indonesia. Memang pertanyaan pertama yang sering muncul selalu dikaitkan dengan kesalahan yang dilakukan pilot.
Setiap orang, termasuk pilot, papar Gerry, jika diinvestigasi dalam kondisi tertekan justru akan menutup informasi yang sesungguhnya. Terlebih jika dia mengetahui ancaman hukuman yang akan menjeratnya dan pemecatan yang mungkin diterima sebagai "ganjaran".
"Padahal, info dari pilot sangat penting untuk perbaikan perubahan sistem, prosedur, perbaikan umum, dan industri. Apakah pilot lengah, sembrono, atau apes" Kalau apes, bagaimana penjelasannya?" tutur Gerry.
Seorang pilot atau awak kabin lain, menurut dia, semestinya tidak hanya tahu persoalan teknis dan teori. Mereka dituntut untuk pandai mengambil keputusan dengan cepat di saat genting. Jadi, wajar kalau gaji mereka tinggi. "Pramugari dibayar tinggi bukan sekadar buat pajangan, tapi harus bisa mengambil keputusan dengan cepat dan tepat," tegasnya.
Proses takeoff alias lepas landas dan landing atau pendaratan dinilai Gerry sebagai fase kritis. Sebab, banyak kecelakaan yang terjadi dalam dua fase tersebut. Karena itu, banyak materi dalam training di dua fase tersebut.
Atas pertimbangan itu pula, Gerry merintis komunitas penerbangan Indoflyer pada 2004 bersama dengan beberapa orang. Aktivitasnya yang paling banyak adalah diskusi. Selebihnya, dia berkunjung ke PT Dirgantara Indonesia, PT Aerofood Catering Services, Bandara Halim Perdanakusuma, dan banyak lainnya. "Hingga kini member di forum itu sudah sekitar 12 ribu orang," ucapnya.
Meski sangat piawai, Gerry belum berniat masuk ke industri penerbangan secara langsung. Saat ini dia bekerja sebagai solution manager aerospace & defence services di PT Dini Nusa Kusuma, perusahaan penyedia jasa komunikasi di pesawat terbang. "Saya enjoy di situ. Belum tertarik untuk terjun langsung di industri penerbangan. Nanti lah, banyak jalan menuju Roma," ucapnya, lantas tertawa.
Selain itu, Gerry menjadi independent aviation consultant. Kliennya adalah beberapa perusahaan travel yang bermitra dengan perusahaan penerbangan dan sejumlah maskapai. Sebenarnya, pada 2005 dia hampir saja mendirikan maskapai penerbangan. Rekannya yang seorang pemilik modal menunjuk dia untuk merencanakan maskapai penerbangan sekaligus memilih jenis pesawat yang akan menjadi armadanya. Tapi, proyek itu gagal karena seorang rekan ngotot dengan pilihannya.
"Rupanya, kengototan teman itu membuat bos marah. Di depan mata saya, dia menyobek cek USD 5 juta. Saya langsung lemas," kenangnya.
"Karena itu, sejauh ini saya belum berniat untuk terjun langsung di industri penerbangan. Entah suatu saat nanti," tandas Gerry. (*/c11/ari)
0 komentar:
Posting Komentar