Freeport Harus Bangun Smelter

 Dahnil Anzar SimanjuntakJakarta  Ekonom FE Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, Dahnil Anzar Simanjuntak, menegaskan tak ada alasan bagi pemerintah untuk memberikan keringanan kepada Freeport untuk tidak membangun Smelter (pabrik pengelolaan hasil tambang).

"Kewajiban membangun smelter mulai tahun 2014 nanti bagi industri pertambangan adalah kewajiban yang diatur oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara,'' ujar Dahnil kepada ROL, Kamis (25/4).

Menurut dia, pemberlakuan UU tersebut merupakan langkah positif bagi hilirisasi pertambangan di Indonesia. "Demi masa depan ekonomi Indonesia yang lebih baik. Setidaknya, dengan pembangunan smelter penyerapan tenaga kerja dan kegiatan ekonomi lokal Papua bisa semakin dinamis.'' tutur Dahnil.

Dahnil menegaskan, jika Freeport diberikan keringanan padahal mereka mampu membangun Smelter, tindakkan itu telah menegasikan kedaulatan Indonesia. Ia mengingatkan, jangan sampai undang-undang dilanggar sendiri oleh pemerintah karena tekanan pihak asing.

''Pemerintah harus berani bersikap tegas apabila Freepot tidak membangun smelter,'' ungkapnya.

 Pemerintah Segera Putuskan Nasib 285 Proposal Smelter 

Salah satu lokasi pertambangan emas di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera memutuskan hasil studi kelaikan 285 proposal pembangunan smelter perusahaan tambang. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) ESDM Sutijastoto menuturkan pengkajian bakal selesai Mei ini.

"Kita sudah buat task force-nya," jelasnya saat ditemui wartawan, Rabu (24/4). Nantinya, perusahaan tambang akan diberikan masukan laik atau tidak smelter yang mereka ajukan dibangun.

Pembahasan ini bukan hanya terkait lokasi wilayah pabrik, tapi juga pembiayaan hingga insentif yang diminta. "Kalau penilaian kita proposalnya 50 persen lampu merah, konsekuensi tidak dikasih," katanya.

Hal senada juga dikatakan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Thamrin Sihite. Menurutnya studi kelaikan akan segera difinalisasi.

Untuk kasus perusahaan besar yang tak mau membangun perusahaan pengolahan dan pemurnian ini, ia pun menuturkan pihaknya sudah melakukan komunikasi. "Kita sudah undang mereka untuk membicarakan tentang prospek smelter, sesuai komoditas mereka, misal tembaga," jelasnya.

Namun dalam kasus Freeport misalnya pemerintah sepertinya melunak. Ia berujar perusahaan itu tak harus membangun smelter.

Dikatakannya Freeport boleh saja hanya menyuplai bahan mineral mentah untuk dijadikan bahan jadi ke pabrik smelter yang ada. "Misalnya yang bangun smleter Indosmelt dan Nusantara Smelting tapi pasokan dari Freeport," katanya.

Tapi ia menuturkan sebenarnya sebagai perusahaan besar dengan cadangan mineral dan emas yang banyak, smelter harusnya bisa dibangun perusahaan itu. "Cadangan mereka cukup karena ekploitasi mereka saja masih jalan," ujarnya.

Berdasarkan data 2012 lalu, hingga kini setidaknya ada 11 proposal smelter yang disetujui dibangun. Sebelas proposal tersebut adalah:

1. PT Antam (Persero) Tbk, smelter nikel di Halmahera Timur, Maluku Utara (investasi 1 miliar dolar AS)
2. PT Indonesia Chemical Alumina, smelter Bauksit di Sanggau, Kalimantan Barat (450 juta dolar AS)
3. PT Bintang Delapan Energy, smelter nikel di Morowali, Sulawesi Tengah (282 juta dolar AS)
4. PT Stargate Pasific Resources, smelter nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (1,8 miliar dolar AS)
5. PT Meratus Jaya Iron Steel, smelter besi di Batu Licin, Kalimantan Selatan (110 juta dolar AS)
6. PT Sebuku Iron Lateritic Ore, smelter besi di Kotabaru, Kalimantan Selatan (1,16 miliar dolar AS)
7. PT Indoferro membangun smelter besi di Cilegon, Banten dengan investasi 133,5 juta dolar AS.
8. PT Harita Prima Abadi Mineral, smelter bauksit di Tanah Laut, Kalimantan Selatan (2,28 miliar dolar AS)
9. PT Putra Mekongga Sejahtera, smelter nikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara (1,4 juta dolar AS)
10. PT Indosmelt, smelter tembaga di Maros, Sulawesi Selatan (700 juta dolar AS)
11. PT Sumber Suryadaya Prima, smelter pasir besi di Sukabumi, Jawa Barat (200 juta dolar AS)


   Republika  

0 komentar:

Posting Komentar