AS Banyak Belajar dari RI

AS Banyak Belajar dari RIJakarta Duta Besar Amerika Serikat (Dubes AS) untuk Indonesia, Scot Marciel, mengakui bahwa negaranya terus berjuang untuk mewujudkan kebebasan beragama bagi seluruh penganut agama yang tinggal di Negeri Paman Sam. Pihaknya banyak belajar tentang kerukunan umat beragama di Indonesia.

Hal tersebut diungkapkan Marciel saat melakukan kunjungan ke Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) dan melakukan dialog seputar kerukunan umat beragama di Indonesia dan AS dengan pengurus MASK dan Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar, di MASK, Jakarta, Kamis (18/4).

Menurut Marciel, sebagai dubes, tugas pokoknya adalah memahami masyarakat Indonesia dan AS. "Karena ketika paham, kita akan lihat ada banyak kesamaan satu sama lain dan diharapkan kedua masyarakat menjadi saling memahami," kata Matciel.

Dia menambahkan salah satu cara untuk memahami satu sama lain adalah dengan melakukan dialog antarumat beragama. Meski begitu, pihaknya mengakui ada banyak negara yang menyangsikan dan menanyakan apakah kedua negara besar seperti Indonesia dan AS dapat saling memahami. Baginya, itu tidak menjadi masalah karena selama berada di Indonesia, pihaknya banyak belajar tentang kerukunan umat beragama di Indonesia.

"AS sendiri didirikan berdasarkan satu gagasan, bahwa apa pun penampilan mereka, mereka tetap dapat hidup dan mempraktikkan agama mereka dengan bebas. Contohnya, ketika banyak orang Eropa datang ke AS dan mempraktikkan agamanya dengan bebas, dan itu tertulis di UU kami," ujar Marciel.

Namun, diakui Marciel, pihaknya terus berjuang untuk memberikan kebebasan beragama terhadap masing-masing penganut agama di AS. "Sepanjang sejarah kami, kami terus berjuang agar mewujudkan mimpi kami, dan kalau saya boleh bicara jujur, kadang kita tidak memberikan kebebasan, tetapi kita terus mendekat dan mendekat untuk mewujudkan hal itu," kata Marciel.

Menurut dia, masyarakat butuh waktu agar dapat merasa nyaman dengan kehadiran penganut agama lain di AS. "Ketika kakek buyut saya datang dari Italia, butuh waktu lama agar dapat merasa nyaman dengan masyarakat AS lainnya, dan sekarang kami merasa beruntung karena banyak imigran yang datang dari negara muslim, dan kita butuh waktu agar masyarakat nyaman dengan imigran muslim. Jadi, ketika kita dengar ada orang yang tidak terima dengan Islam, itu merupakan proses, dan ini tidak hanya terjadi pada umat muslim," kata Marciel.

Tindak Kriminal


Terkait dengan kasus meledaknya bom rakitan di Boston, Marciel memastikan bahwa itu merupakan tindak kriminal dan tidak terkait dengan agama tertentu. "Kita tidak tahu siapa yang menempatkan bom tersebut, dan itu tindak kriminal, bukan terkait agama, dan juga sudah diperjelas bahwa itu tindak kriminal dan bukan agama," kata Marciel.

Oleh karena itu, adanya ketakutan terhadap Islam atau Islamofobia seperti yang dikhawatirkan sekelompok orang dengan adanya kasus Boston, itu merupakan tindakan berlebihan. "Dan sebagian besar masyarakat AS tidak fobia dengan Islam," ujar Marciel.

Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengatakan kasus Boston masih dalam penyelidikan otoritas Pemerintah AS. Pihaknya mengapresiasi pernyataan Presiden AS, Barrack Obama, yang menyatakan kasus Boston tersebut adalah tindak kriminal dan tidak terkait dengan agama. Sikap arif Obama tersebut tersebut dapat timbul karena pemahaman yang utuh tentang Islam. "Salah satu hikmah di balik kejadian lalu, jadi banyak tahu tentang Islam di mana agama yang dianut pelaku tidak berhubungan dengan perilakunya," kata Umar.[eko/N-1]




0 komentar:

Posting Komentar