Proyek Jalan Layang Casablanca Distop, Salah Siapa?

 Seharusnya proyek selesai akhir tahun 2012 lalu. 

Pemprov DKI Jakarta menghentikan sementara pembangunan jalan layang non tol Kampung Melayu-Tanah Abang di Jalan DR Satrio, Casablanca, Jakarta Selatan. Proyek senilai Rp2,02 triliun itu tersendat setelah peralihan kepemimpinan di lingkungan DKI.

Bila mengacu jadwal dan sesuai dengan buku anggaran, jalan layang dengan panjang 2,8 kilometer itu seharusnya selesai akhir 2012 lalu. Karena itu, guna memastikan tidak ada cela hukum, proses pembangunannya, Pemprov DKI meminta dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Kami memang hentikan dulu penganggaran ruas jalur ini. Pembangunan ini sisa kepemimpinan terdahulu. Kami audit dulu baru dianggarkan ulang," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T Purnama di Balai Kota.

Ahok tidak ingin mengambil risiko adanya kesalahan dalam proyek tersebut. Hasil audit BPK akan menjadi penentu apakah proyek jalan layang itu akan ditender ulang atau akan dilanjutkan dengan kucuran dana APBD 2013.

"Audit BPK untuk melihat apakah proyek ini berindikasi wanprestasi atau tidak. Parameternya kenapa tidak selesai pada masa anggaran tahun lalu," katanya.

Menurut Ahok, proyek ini sangat riskan terutama terkait soal anggaran. Dia mempertanyakan siapa yang akan bertanggung jawab bila proyek ini dipaksakan untuk terus dilanjutkan.

Saat proyek diperpanjang hingga Juni, tentu akan ada permasalahan baru. Karena proyek ini tidak masuk APBD tahun anggaran 2013. Jadi meski audit rampung dan dipastikan tidak ada masalah, tapi tidak serta merta Pemprov DKI akan melanjutkan proyek tersebut.

Lalu apa sebenarnya yang menjadi kendala sehingga proyek ini molor. Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum, DKI Jakarta, Manggas Rudi Siahaan, selain terkait realisasi anggaran proyek yang tak jelas, perubahan desain secara mendadak ikut menjadi penyebab keterlambatan pembangunan jalan yang dianggap dapat mengatasi kemacetan di kawasan super padat di Jakarta itu.

Manggas juga baru mengetahui masalah ini setelah menggantikan pejabat yang lama, Ery Basworo, pada 14 Februari 2013 lalu. Ia kaget karena kontraktor menyampaikan ada perubahan desain. Perubahan ini terpaksa dilakukan karena kondisi darurat.

Berdasarkan desain awal, jalan layang ini memiliki dua pilar di kiri kanan Jalan Satrio. Namun, karena ada pipa air baku, desain berubah. Dua jalur arah timur dan barat disatukan, di sisi kanan Jalan Satrio. Pipa yang tertanam di kedalaman dua meter ini menghalangi pembuatan fondasi jalan.

Pipa yang menjadi sumber air bersih warga Jakarta ini tidak mungkin dipindahkan. Karena itu, perubahan desain secara mendadak harus dilakukan. Tapi menurut Manggas, penjelasan itu janggal meski ia tidak mau mengungkapkan siapa yang bersalah dalam proyek ini.

"Seharusnya semua ini sudah diketahui dari tahap persiapan awal. Saya tidak tahu kenapa bisa jadi begini. Kami lihat hasil audit BPK dan BPKP. Sekarang lagi proses," katanya.

Pengerjaan jalan layang non tol Kampung Melayu-Tanah Abang ini terdiri dari lima paket dan dikerjakan oleh empat kontraktor. Paket Casablanca, paket Jalan Satrio, dan paket Mas Mansyur. Adapun empat kontraktor itu, yakni Istaka Sumbersari, Wijaya Karya, Nindya Karya dan Adi Karya.

Kini, pembangunan proyek itu menyisakan utang piutang dengan kontraktor. Tapi Manggas tidak bersedia menjelaskan lebih detail mengenai utang piutang itu. Namun, guna penyelesaian proyek ini masih dibutuhkan anggaran tambahan sebesar Rp 64 miliar.

Karena itu, audit BPK dan BPKP menjadi perlu dilakukan untuk dijadikan rekomendasi penyelesaian pembangunan jalan layang non tol ini. Sebelum pengajuan tambahan anggaran yang dimasukan dalam APBD 2013 dicarikan.

"Ini juga untuk membuat masalah terang. Dan tidak saling menghakimi," katanya.

 DPRD mendesak proyek diselesaikan 

Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Selamet Nurdin, menyebutkan pembangunan ruas jalan layang non tol Kampung Melayu - Tanah Abang, harus segera diselesaikan. Penyelesaian masalah hukum terkait dengan pembangunan jalan layang itu baiknya diselesaikan setelah proyek itu selesai.

Menurut Selamet Nurdin, masyarakat Jakarta butuh sarana jalan yang dalam proses pembangunannya justru membuat warga kerap merasakan kemacetan parah. Selain itu, jalan layang ini merupakan kebutuhan masyarakat Jakarta yang dibangun dengan tujuan untuk mengurai kemacetan.

"Jadi harus dibedakan antara proyek dan kebutuhan. Jadi kalau proyek dituntaskan permasalahan proyek. Tapi ini kebutuhan dan harus ditanggulangi dengan cepat," ujarnya.

Selain itu menurut selamet, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, jangan hanya terfokus pada permasalahan hukum pada pembangunan jalan layang itu. Masih banyak proyek lainya yang harus diselesaikan agar masyarakat Jakarta tidak terjebak dalam kemacetan yang makin parah.

"Proyek MRT, enam ruas jalan tol akan bergerak. Apabila tidak diselesaikan ada trap di Jakarta," kata Selamet.

 Kontraktor tolak selesaikan proyek yang belum selesai 

PT Nindya Karya, salah satu perusahaan kontraktor proyek pembangunan jalan layang non tol Kampung Melayu-Tanah Abang, menyatakan tidak ada kendala selama pengerjaan bagian yang menjadi tanggung jawabnya.

Direktur Nindya Karya, Eddy Sularso, kepada VIVAnews, Selasa 23 April 2013, menjelaskan, dari proyek jalan layang non tol itu, yang digarap perusahaannya adalah pada bagian ujung di Jalan KH Mas Mansyur.

"Bagian kami sudah selesai. Tidak ada kendala. Kami mengerjakan yang bagian turun ke Tanah Abang," ujar Eddy.
 
Sementara bagian proyek yang belum selesai, menurut Edi, merupakan garapan kontraktor lain. Menurut Eddy, Nindya Karya bahkan bisa menyelesaikan proyek lebih cepat dari target dengan ongkos yang lebih murah.

"Katakanlah anggarannya dari pemda itu Rp 50 miliar, kami mengerjakannya dengan Rp 45 miliar saja, ternyata bisa. Sisanya digunakan untuk pekerjaan tambahan lainnya," kata Eddy.

Eddy mengakui bahwa Nindya Karya sempat ditawari untuk menggarap bagian proyek yang belum selesai di jalur Kampung Melayu-Tanah Abang itu. Namun, karena harga proyeknya sudah tidak sesuai, Nindya Karya menolak tawaran itu. Karena perubahan harga bahan baku proyek sudah berubah.

"Kami minta harga proyeknya dinaikkan juga. Tapi, Pemda DKI juga tidak berani naikkan harga," katanya.

Sementara itu, PT Adhi Karya Tbk juga menyampaikan telah menyelesaikan bagian proyek jalan layang Kampung Melayu-Tanah Abang yang menjadi tanggung jawabnya.

Direktur Utama Adhi Karya, Kiswodarmawan saat dihubungi mengatakan, seluruh bagian proyek perusahannya yang menggunakan sistem tender Unit Price Contract dengan sistem pencairan dana tahun jamak (multiyears) sejak 2011 sudah diselesaikan. Letaknya di tengah Casablanca.

Namun ada anggaran 2013 yang seharusnya diturunkan untuk Adhi Karya sebesar Rp 20 miliar. Itu dibutuhkan untuk mutual check.

Unit Price Contract adalah kontrak konstruksi, di mana pemilik proyek akan membayarkan sejumlah dana tertentu untuk setiap unit kerja yang diselesaikan. Namun, Kiswodarmawan enggan menyebut ini sebagai utang Pemprov DKI. Adhi Karya justru menuntaskan proyek sebelum seluruh anggaran dikucurkan.

"Proyek itu juga sudah di-PHO-kan (Provisional Hand Over atau serah terima pertama pekerjaan) kepada pemerintah daerah. Hanya, karena kontraknya unit price, jadi kami masih mendapatkan alokasi Rp 20 miliar pada 2013," katanya.(sj)


  Vivanews  

0 komentar:

Posting Komentar