Cara Polisi Ringkus Penipu Internet

Begini Cara Polisi Ringkus Penipu InternetJakarta Polda Metro Jaya banyak menangkap komplotan penipu melalui internet yang berasal dari Afrika. Untuk membekuk komplotan ini, polisi sering menyambangi tiga lokasi yang biasa menjadi tempat nongkrong mereka. Salah satu tempat favorit mereka adalah di Jalan Jaksa, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

“Kita pernah menangkap lebih dari lima tersangka di tempat itu beberapa bulan lalu,” kata Kepala Satuan Reserse Mobile Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan, Selasa, 26 Maret 2013.

Menurut Herry, mencari komunitas warga asing berkulit hitam di seputaran Jakarta dan sekitarnya, tak terlalu sulit. Sejauh ini, ada tiga tempat tongkrongan mereka yang sudah ditandai polisi. Lokasi itu adalah kafe-kafe yang berada di Jalan Jaksa, Kebon Sirih, kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara, dan kawasan Serpong, Tangerang. “Kelompok mereka kan itu-itu saja orangnya,” ujar Herry.

Meski kadang mudah menemukan mereka, bukan berarti polisi tak mengalami kesulitan. Sering kali, foto yang diberikan korban sedikit berbeda dengan aslinya.

Kepala Unit III Reserse Mobile Komisaris Jerry Raimond mengatakan satuannya telah berhasil menangkap sekitar 30 tersangka penipuan di internet dan pemalsuan uang yang merupakan warga negara yang berasal dari Afrika, sepanjang 2012 lalu. ”Belum dihitung hasil tangkapan satuan lain. Kalau keseluruhan Polda, mungkin lebih dari 100 orang tersangka,” kata dia.

 Polisi Butuh 1-2 Bulan Bekuk Penipu Internet 

Polisi Butuh 1-2 Bulan Bekuk Penipu Internet
Menangkap pelaku penipuan melalui internet gampang-gampang susah. Bahkan Polda Metro Jaya butuh waktu cukup lama untuk membekuk pelaku yang ternyata sebagian besar merupakan komplotan pria kulit hitam asal Afrika. "Biasanya tertangkap dalam waktu satu hingga dua bulan," kata Kepala Satuan Reserse Mobile Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan, Selasa, 26 Maret 2013.

Menurut Herry, anggotanya butuh waktu untuk mengidentifikasi pelaku penipuan pada kasus-kasus yang berbeda. Sering kali data yang diberikan korban tak cukup banyak untuk menangkap pelakunya. "Makanya informasi dan data-data dari korban sangat kami butuhkan. Lebih bagus lagi kalau ada foto pelaku," kata dia.

Tapi menariknya, dari sekian banyak kasus penipuan via internet yang diadukan para korban, pelakunya rata-rata berasal dari Afrika. Mereka umumnya warga negara Nigeria, Liberia, dan Kamerun. "Pelakunya bukan satu-dua orang, tapi komplotan," kata Herry.

Setelah mengetahui pelakunya berasal dari komplotan pria Afrika, kerja polisi menjadi sedikit lebih mudah. Pasalnya, aparat sudah tahu dimana saja gerombolan ini nongkrong. Polisi pun tinggal mendatangi lokasi yang biasa didatangi sindikat ini. "Kelompok mereka kan itu-itu saja orangnya. Biasanya mereka kumpul di tiga tempat yaitu di Jakarta, Serpong dan Kelapa Gading," kata Herry.

Komplotan penipu internet yang menipu seorang pengusaha garmen --sebut saja namanya Putri-- dengan mengaku sebagai tentara Inggris di London diringkus polisi pertengahan tahun lalu. Mereka menyamar sebagai mantan tentara Inggris yang ingin berinvestasi di Indonesia. Belakangan ketahuan kalau mereka ternyata dua pemuda dari Nigeria dan Liberia: Udhie Mathias Udhie, 25 tahun, warga negara Nigeria, dan Kenechuckwu, 37 tahun, warga negara Liberia.

Kasus penipuan lain yang menimpa karyawan perusahaan money changer, sebut saja namanya Asih, juga berhasil diungkap polisi. Asih ditipu dua orang Nigeria bernama Jhonson dan Anderson, yang mengaku bisa menggandakan uang. Anderson, ketika ditangkap polisi, ternyata bernama asli Ugochukwu Emmanuel berasal dari Nigeria.

 Penipu Internet Bisa Raup Rp 200 Juta Setahun 

Penipu Internet Bisa Raup Rp 200 Juta SetahunTangerang Salah satu pelaku penipuan melalui internet, AFL, mengaku hanya terlibat penipuan internet berskala kecil. Menurut perempuan berusia 33 tahun itu, jika dihitung-hitung, keuntungan yang dikumpulkannya dalam setahun tak sampai Rp 500 juta.

"Hanya kecil-kecil aja sekitar Rp 4 juta. Setahun paling Rp 200 jutaan," kata dia kepada Tempo, Selasa, 26 Maret 2013.

AFL mengaku hanya membantu kekasihnya yang merupakan salah satu komplotan penipu yang berasal dari Afrika. Dari setiap transaksi penipuan yang berhasil mereka lakukan, AFL kebagian 10 persen. "Kalau dapatnya Rp 1 juta, saya hanya dapat Rp 100 ribu," kata dia.

Menurut AFL, ia terpaksa menjalani pekerjaan itu karena alasan ekonomi. "Cari kerja susah, saya beranak satu, kemana cari uang untuk menafkahi anak saya?" katanya dengan nada memelas.

Awal keterlibatan AFL dengan komplotan penipu internet Afrika ini cukup berliku. Semua bermula ketika perempuan muda ini berkenalan dengan Kenechukwu, warga negara Liberia, setahun yang lalu. Setelah sempat saling menjajaki, mereka pun akhirnya berpacaran.

Namun, pacaran dalam kamus Kenechukwu ternyata juga termasuk berkomplot menipu orang. Sejak dekat dengan pria Liberia itu, AFL sering diminta membantu "kerja" sang kekasih bersama orang-orang kulit hitam lainnya. "Tapi sekarang saya sudah tidak bersama pria itu lagi," katanya.

Lulusan salah satu perguruan tinggi negeri ternama itu mengaku kapok dan berjanji tak mengulangi perbuatannya lagi. "Sekarang sudah tobat, jangan sampai terlibat lagi," ujarnya.

AFL ditangkap Polda Metro Jaya pada Agustus 2012. Dia diciduk karena terlibat menipu pengusaha garmen, sebut saja namanya Putri. Pengusaha itu dikuras sampai menderita kerugian hampir Rp 2 miliar. Selain AFL, polisi juga menangkap tersangka lainnya yaitu Udhie Mathias Udhie, warga negara Nigeria, Kenechuckwu, warga negara Liberia, dan Warastuti, WNI. Namun AFL kemudian dibebaskan karena polisi tak menemukan bukti kuat keterlibatannya.


  Tempo 

0 komentar:

Posting Komentar