Mengapa Penjarahan Minyak Pertamina Marak di Sumsel?
Pertamina memilih mematikan aliran minyak di pipa.
Perusakan Pipa oleh Warga |
Pertamina, selaku pemilik pipa, lebih memilih untuk mematikan aliran minyak yang baru dioperasikan selama seminggu tersebut pada 23 Juli 2013 lalu sebagai langkah darurat. Dalam seminggu, rata-rata losses selama sepekan operasi komersial pipa tersebut telah mencapai 18 persen dari rata-rata penyaluran 12 ribu barel per hari.
Apabila dilihat trennya, losses cenderung meningkat dari semula hanya 4,45 persen pada hari pertama hingga terakhir sempat mencapai 39,5 persen. Dalam sepekan, Pertamina telah kehilangan minyak sekitar 17.500 barel atau setara Rp17,5 miliar. Jika kehilangan dihitung dari 1 Januari hingga 23 Juli 2013, nilai kerugian telah mencapai sekitar Rp280 miliar.
Padahal instruksi Menkopolhukham jelas meminta Kapolri memerintahkan Kapolda Sumsel sebagai leading sector membentuk tim terpadu untuk merumuskan dan melaksanakan operasi penertiban, pengamanan dan penegakan hukum dengan pendekatan persuasif dan humanis. Didukung oleh Mabes Polri dan Panglima TNI melalui Pangdam II/Sriwijaya.
Manajer Humas Pertamina EP, Agus Amperianto, menjelaskan Kasus sabotase aset negara dengan cara pencurian minyak mentah Pertamina di jalur pipa Tempino-Plaju Sumatera Selatan telah terjadi sejak 2007 lalu dan terus meningkat hingga puncaknya Juli 2013. "Kita sudah laporkan pencurian ke aparat keamanan, namun penindakan lemah sehingga para pencuri semakin berani karena merasa di-back-up oleh oknum aparat," katanya saat dihubungi VIVAnews, Selasa 30 Juli 2013.
Pertamina EP menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Kapolda Sumatera Selatan untuk meningkatkan keamanan objek vital nasional (Obvitnas) termasuk jalur pipa Tempino-Plaju yang merupakan aset negara. Kesepakatan ini menginduk dari MoU yang telah dilakukan Kapolri dengan Dirut Pertamina beberapa waktu lalu.
Pertamina EP telah menemukan berbagai bukti penjarahan melalui illegal tapping yang massif dan terorganisasi sehingga MoU ini diharapkan dapat menindak hukum hingga ke akarnya termasuk penindakan ke oknum aparat keamanan yang melindungi aksi pencurian tersebut.
Penghentian operasi pipa Tempino-Plaju berkapasitas 12 ribu barel per hari ini menyebabkan pasokan minyak mentah menuju kilang pengolahan (refinery) Plaju turun 25 persen. Hal ini menyebabkan Sumatera terancam krisis BBM sehingga karyawan unit kilang memutar otak dengan menurunkan pasokan setiap daerah untuk memastikan pasokan BBM tetap berjalan.
Menurutnya, minyak mentah hasil curian tersebut ditampung di kilang ilegal untuk selanjutnya diolah menjadi BBM dan dijual ke industri pertambangan dan sisanya dijual eceran. "Padahal industri dilarang membeli BBM ilegal ini dan ini bukan tugas Pertamina menertibkan," katanya.
Direktur Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Minyak dan Gas (SKK Migas) Sumatera Selatan, Setia Budi, menjelaskan aktivitas illegal tapping ini kian marak pada 2013. Catatannya, kasus pencurian tercatat 810 kali pada 2012. Sedangkan, catatan per 1 Januari-25 Juli 2013, kasus pencurian minyak telah terjadi 589 kali.
Para pelaku, Budi melanjutkan, dalam melakukan penjarahan ini berpindah-pindah lokasi. "Biasanya dilakukan di malam hari, tapi puncaknya pencurian minyak di Juli ini itu tanggal 22 kemarin, losses hingga 5.000 barel atau 40 persen dari kiriman per hari," kata Budi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, mendukung langkah Pertamina yang menghentikan distribusi minyak mentah menuju kilang Plaju. Menurutnya, Pertamina baru akan mengoperasikan kembali pipa Tempino-Plaju yang menghubungkan 8 sumur minyak tersebut apabila aparat keamanan berani menjamin keamanan pipa dan mengusut hingga tuntas pelaku pencurian minyak mentah agar tidak terulang kembali.
Ancam lifting nasional
Direktur Utama Pertamina, Karen Agustiawan, menjelaskan secara jangka panjang aksi penjarahan minyak mentah ini akan mempengaruhi lifting minyak secara nasional. Padahal, saat ini, pemerintah sedang berusaha mati-matian meningkatkan lifting minyak."Jadi, jaminan keamanan bagi aliran minyak mentah ini sangat penting bagi negara."
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini, mengaku institusinya sudah babak belur menghadapi pencurian minyak di pipa milik Pertamina sepanjang Tempino-Plaju, Sumatera Selatan.
Bahkan, Kepala perwakilan SKK Migas di Sumatera Selatan telah disomasi oleh mereka karena begitu kerasnya melawan. "Suatu saat saya harus memberikan penghargaan kepada perwakilan SKK Migas Sumsel atas usahanya tersebut," kata Rudi Rubiandini.
Rudi menjelaskan, SKK Migas telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah pencurian minyak. Namun, berbagai usaha dengan menggandeng aparat keamanan ternyata tidak cukup efektif karena pencurian terus saja berlangsung. Ia menilai, maraknya pencurian minyak di Sumatera Selatan karena adanya peraturan daerah yang melindungi kegiatan tersebut.
Mantan Wakil Menteri ESDM ini menjelaskan, aksi pencurian minyak berawal dari masyarakat di sekitar Tempino-Plaju mengelola sumur tua yang sudah tidak ekonomis lagi dan ditinggalkan perusahaan migas.
"Itu mereka kelola, bangun kilang rakyat untuk menyuling minyak dan menjual hasilnya di pinggir jalan,". Namun, sumur minyak tua yang dikelola warga habis. Lalu, mereka tergiur untuk membocorkan pipa distribusi minyak milik Pertamina yang berada tak jauh dari lokasi sumur tua agar tetap dapat mengolah minyak di kilang rakyat.
Maraknya kilang rakyat disebabkan adanya Peraturan Daerah yang dikeluarkan Gubernur Sumatera Selatan yang menyatakan masyarakat boleh mengelola kilang rakyat. Padahal, Perda ini tidak memiliki Undang-undang sebagai dasar aturan.
"Tidak ada UU yang mengamanatkan Gubernur boleh mengatur industri hulu migas. Semuanya dikuasai negara dan pemerintah yang mengatur, beda dengan pertambangan yang diberikan kuasa kepada pemerintah kabupaten," katanya.
Ia telah meminta Gubernur untuk mencabut Perda tersebut sejak tahun lalu namun hingga kini peraturan tersebut masih berlaku.(eh)
0 komentar:
Posting Komentar