Ilmuwan Kita Tahunya Meneliti, Tak Tahu Menjual

http://images.detik.com/content/2013/07/30/1036/menristek2.jpgJakarta - Sejumlah lembaga penelitian obat tradisional atau jamu dimiliki oleh pemerintah. Namun produk-produk yang dihasilkan lembaga penelitian ini belum bisa dipasarkan. Pemerintah meminta pengusaha jamu membantu menjualnya.

Karena itu, Kementerian Riset dan Teknologi menggandeng Asosiasi Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional untuk membantu menjual temuan-temuan jamu dan obat tradisional ini.

"Harus ada yang menjembatani, selama ini publikasi temuan ilmuwan kita kurang. Mereka tahunya neneliti. Harus ada yang bantu menjual," kata Menristek Gusti Muhammad Hatta di acara MoU dengan Pengusaha Jamu di kantor Kemenristek, Jakarta, Selasa (30/7/2013).

Gusti menambahkan, saat ini ada sekitar 12 Pusat Unggulan Iptek yang dibina oleh pemerintah, namun hanya ada 3 yang telah diresmikan. Sedangkan 2 PUI akan diresmikan tahun ini.

"Saat ini ada 12 lembaga kita bina, tahun ini mungkin bisa kita tetapkan 2 PUI lagi. Pengembangan pusat riset penting karena menghasilkan produk dari hulu-hilir, ada nilai tambah, kita menguasai teknolog, sekaligus kita membuka kesempatan kerja," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Jamu Charles Saerang mengatakan, pihaknya akan berkontribusi dengan membantu penelitian yang dilakukan. Untuk tahap awal, pihaknya akan menanamkan investasi Rp 1 miliar dalam mendukung satu jenis jamu dari IPB tersebut.

"Sekarang ini pasar jamu mencapai Rp 13 miliar. Kalau saya bisa bantu Rp 1 miliar sampai jadi barangnya siap dijual, kan saya yakin bisa jual Rp 4 miliar," kata Charles.

Dari data Gabungan Pengusaha Jamu, penjualan jamu terus meningkat setiap tahun. Pada 2010 mencapai Rp 7,2 triliun, lalu naik menjadi Rp 13 triliun tahun lalu. Sayangnya, pangsa jamu baru 30 persen dari total konsumsi obat nasional.(zul/dnl)


0 komentar:

Posting Komentar