Pipa Migas Buatan RI 'Dijajah' Produk Impor
Jakarta - Produksi pipa pengeboran migas lokal (seamless pipe) kalah saing dengan produk impor. Produksi pipa lokal hanya mampu memenuhi 10% dari total kebutuhan di dalam negeri yang mencapai 100 ribu ton/tahun.
Di Indonesia, hanya ada 3 perusahaan yang memproduksi seamless pipe. Kapasitas produksinya mencapai 300 ribu ton/tahun, namun utilisasi produksi hanya mencapai 30 ribu ton. Alasannya, karena terputus oleh adanya produk impor yang masuk ke Indonesia.
"Kapasitas produksi dari 3 perusahaan mencapai 300 ribu ton per tahun. Sedangkan kebutuhan hanya 100 ribu ton per tahun. Dari 100 ribu ini diambil dari dalam negeri ini tidak sampai separuhnya. Separuh itu diimpor, itu yang menciderakan kita," kata Ketua Asosiasi Produsen Pipa Pemboran Minyak dan Gas Bumi Indonesia (Apropipe) Willem Siahaya di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (21/8/2013).
Negara pengimpor pipa migas tersebut adalah Amerika Serikat, Australia, Belgia, China, Inggris, Perancis, Jerman, dan Spanyol. Willem mengatakan, negara pengimpor terbesar berasal dari negeri tirai bambu, dan harganya lebih kompetitif. "Perbedaan harganya 15%," katanya.
Meski demikian, Willem sedikit bernafas lega setelah pemerintah menetapkan safeguard untuk importasi produk tersebut terhitung mulai 30 Juli 2013. Lewat kebijakan tersebut, di 2014 nanti, Willem mengatakan pihaknya mampu meningkatkan utilisasi hingga 30% dari total kapasitas produksi, atau sekitar 30 ribu ton per tahun untuk memasok kebutuhan di dalam negeri.
"Pada 2014 dengan utilisasi 30% itu sudah cukup. Dengan di atas 30%, kita bisa ekspor," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Industri Manufaktur Benny Wahyudi mengatakan, sejak tahun 2007 impor produk ini terus meningkat. Pada tahun 2007, impor mencapai 53.534 ton, 2008 79.319 ton.
"Pada 2009 sempat turun 64.240 ton, namun naik lagi menjadi 80.360 ton di tahun 2010," tutupnya.(zul/dnl)
Di Indonesia, hanya ada 3 perusahaan yang memproduksi seamless pipe. Kapasitas produksinya mencapai 300 ribu ton/tahun, namun utilisasi produksi hanya mencapai 30 ribu ton. Alasannya, karena terputus oleh adanya produk impor yang masuk ke Indonesia.
"Kapasitas produksi dari 3 perusahaan mencapai 300 ribu ton per tahun. Sedangkan kebutuhan hanya 100 ribu ton per tahun. Dari 100 ribu ini diambil dari dalam negeri ini tidak sampai separuhnya. Separuh itu diimpor, itu yang menciderakan kita," kata Ketua Asosiasi Produsen Pipa Pemboran Minyak dan Gas Bumi Indonesia (Apropipe) Willem Siahaya di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu (21/8/2013).
Negara pengimpor pipa migas tersebut adalah Amerika Serikat, Australia, Belgia, China, Inggris, Perancis, Jerman, dan Spanyol. Willem mengatakan, negara pengimpor terbesar berasal dari negeri tirai bambu, dan harganya lebih kompetitif. "Perbedaan harganya 15%," katanya.
Meski demikian, Willem sedikit bernafas lega setelah pemerintah menetapkan safeguard untuk importasi produk tersebut terhitung mulai 30 Juli 2013. Lewat kebijakan tersebut, di 2014 nanti, Willem mengatakan pihaknya mampu meningkatkan utilisasi hingga 30% dari total kapasitas produksi, atau sekitar 30 ribu ton per tahun untuk memasok kebutuhan di dalam negeri.
"Pada 2014 dengan utilisasi 30% itu sudah cukup. Dengan di atas 30%, kita bisa ekspor," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Industri Manufaktur Benny Wahyudi mengatakan, sejak tahun 2007 impor produk ini terus meningkat. Pada tahun 2007, impor mencapai 53.534 ton, 2008 79.319 ton.
"Pada 2009 sempat turun 64.240 ton, namun naik lagi menjadi 80.360 ton di tahun 2010," tutupnya.(zul/dnl)
0 komentar:
Posting Komentar