Pemerintah tetap tekan Freeport bangun smelter

Pemerintah tetap menekan PT Freeport Indonesia untuk mengolah seluruh hasil tambangnya dengan membangun smelter di dalam negeri selambatnya 2014. Ini menjadi salah satu syarat mutlak dalam UU Nomor 4/2009 tentang mineral dan batu bara yang harus dipenuhi Freeport jika ingin terus beroperasi di Tanah Air.

Direktur Pengolahan Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Dede Suhendra menyatakan tidak ada alasan bagi Freeport untuk menunda membangun pabrik pengolahan atau smelter hasil tambangnya. Soalnya, pemerintah sudah memberikan cukup waktu bagi setiap perusahaan tambang, termasuk Freeport, untuk membangun smelter.

"Ini sudah ada aturannya, harus dilakukan pemurnian hasil tambang. Terbitnya Keputusan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 itu untuk memberikan waktu toleransi selama dua tahun bagi perusahaan tambang," kata Dede, dalam jumpa pers, Jakarta, Selasa (13/8).

Diakui Dede, dirinya merasa heran jika Freeport saat ini merasa keberatan dengan kewajiban membangun smelter di dalam negeri. Soalnya, Freeport juga terlibat dalam pembahasan UU Minerba di DPR empat tahun lalu.

"Aturan ini sudah melalui suatu kajian dan tentu DPR juga sudah mengundang perusahaan. Jadi 2014 adalah pelaksanaan UU tersebut yang tidak dapat dimundurkan lagi," tegasnya.

Kendati demikian, Kementerian ESDM tidak menutup kemungkinan untuk memberikan keringanan bagi Freeport. Ini tergantung kepada hasil evaluasi dari Badan Litbang Kementerian ESDM terkait dampak pelaksanaan hilirasasi pada 2014 terhadap produksi dan ekspor bahan tambang.

"Ada taskforce di Badan litbang yang akan mengevaluasi," ujarnya.

Presiden Direktur Freeport Indonesia Rozik B. Soetjipto mengaku akan kelimpungan jika pemerintah melarang mereka mengekspor bahan tambang mentah. Soalnya, sejak 1996, Freeport hanya mengirim 40 persen hasil tambangnya untuk diolah oleh smelter di Gresik, hasil patungannya dengan Mitsubishi, Jepang.

"Kalau tidak diberi dispensasi, wah itu jawabannya susah, kalau hanya 40 persen yang bisa diolah, berarti kami harus menurunkan kapasitas tambang. Sangat rumit," katanya.(mdk/yud)

Indosmelt yakin bisa olah 30.000 ton emas batangan dari Freeport

PT Indosmelt merupakan salah satu perusahaan lokal yang digandeng PT Freeport Indonesia untuk mengolah bahan mentah dari tambang di Mimika, Papua Barat. Targetnya, perusahaan anyar ini bisa mengolah 20.000 sampai 30.000 ton konsentrat menjadi emas batangan.

Direktur Utama Indosmelt Natsir Mansyur mengaku, kerja sama dengan Freeport mencakup pemurnian konsentrat tambang, menjadi emas batangan dan tembaga katoda.

"Untuk tembaga katoda kita lakukan pemurnian 120.000 ton. Kami juga akan melakukan pemurnian 20.000 sampai 30.000 ton emas," ujarnya selepas jumpa pers di Jakarta, Selasa (13/8).

Natsir menjelaskan pihaknya saat ini sudah menyelesaikan studi kelaikan awal untuk membangun pabrik smelter di Maros, Sulawesi Selatan. Investasi total mencapai Rp 1,5 miliar didapatkan dari investor luar negeri. Targetnya, pada 2017, Indosmelt siap mengolah konsentrat dari Freeport.

"Mudah-mudahan selama tiga tahun kita realisasikan perkembangannya dan dimonitor pemerintah," ungkap Natsir.

Pria yang juga menjadi pengurus pusat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini mengklaim pihaknya mengebut pembangunan smelter untuk mendukung aturan pemerintah soal hilirisasi.

Natsir menyatakan, tinggal beberapa hal saja yang belum selesai soal detail pasokan konsentrat dengan pihak Freeport. Freeport Indonesia selama ini baru bisa mengolah 30-40 persen di perusahaan patungan mereka bersama Mitsubishi, yakni PT Smelting, yang berlokasi di Gresik.

Sisa 60 persen produksi biji tembaga dan emas, direncanakan akan diolah dua mitra lain salah satunya yaitu PT Indosmelt. Sementara, mitra lokal lain perusahaan tambang yang berinduk di Amerika Serikat itu adalah PT Indovasi Mineral Indonesia.(mdk/bmo)


  Merdeka 

0 komentar:

Posting Komentar