Berjuang Menjadi Macan Asia
Di tengah krisis global, Indonesia dipuji sebagai kekuatan menengah yang sedang berkembang. Inilah kisah tentang negeri yang berjuang masuk ke jajaran baru Macan Asia.
Conny Wiguna sangat senang. Ia sedang menanti tas Chanel Flap seharga sekitar Rp 35 juta, yang ia pesan dari sebuah toko di mal mewah kawasan ibukota Jakarta. ”Harga aslinya hanya sekitar Rp 27 juta, tapi saya nggak punya waktu belanja ke luar negeri, saya terlalu sibuk dengan bisnis saya. Mengoleksi tas memang hobi saya,” kata pebisnis perempuan berusia 43 tahun itu.
Di lemarinya, tersimpan lebih dari 60 tas mewah, termasuk yang bermerek Prada, Tod's, Louis Vuitton dan Hermes. Conny Wiguna adalah salah satu contoh warga kelas menengah yang kini terus berkembang pesat jumlahnya. Sebuah kelas yang mendorong konsumsi Indonesia mencapai sebuah tingkat yang tidak pernah ada sebelumnya.
Menurut ekonom yang kini menjadi Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri, kelahiran kelas menengah baru ini adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia: “Ada 60 juta orang kelas menengah yang membelanjakan uang antara Rp. 35 ribu hingga Rp. 45 ribu per hari. Riset Insitut McKinsey memperkirakan bahwa tahun 2025 akan ada 135 juta konsumen Indonesia, yang setiap orangnya membelanjakan uang lebih dari Rp 100 ribu per hari. Jika mencapai angka itu, maka jumlah konsumen Indonesia akan lebih tinggi dari kombinasi tiga negara: Singapura, Malaysia dan Australia.“
Angka-angka statistik juga menunjukkan kekuatan kelas baru ini. Penjualan barang-barang mewah -- mulai dari smartphone hingga mobil mewah -- terus bertambah. Agen tunggal Jeep, Dodge dan Chrysler di Indonesia mencatat bahwa untuk dua bulan pertama 2013 saja, penjualan mobil mewah di Indonesia meningkat 20 persen. Kue yang sama dinikmati pabrik mobil Jerman BMW, yang selama 2012 meraih rekor pertumbuhan penjualan 41 persen. Tahun lalu, Toyota mengumumkan rencana ekspansi senilai 2,7 juta miliar dollar. Sementara pabrik terbesar L'oreal juga kini berlokasi di Indonesia.
Keajaiban Indonesia
Optimisme Chatib Basri diperkuat dengan prediksi sejumlah lembaga riset ekonomi internasional. Dua tahun terakhir, lembaga riset ekonomi memperkirakan bahwa pada tahun 2030, Indonesia akan bisa masuk ke dalam kekuatan 10 besar ekonomi dunia. Standard Chartered mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak krisis `98 sering dibayangi oleh kebangkitan Cina dan India. Sementara McKinsey Global Institute memperkirakan bahwa pada 2030, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melampaui perkembangan Negara-negara maju Eropa.
Meski Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan berada di kisaran 5,9 persen, ada di bawah perkiraan sebelumnya 6,2 persen, namun banyak ahli ekonomi yang masih percaya dengan fondasi kekuatan ekonomi Indonesia.
Selain kehadiran kelas menengah baru, kekuatan ekonomi Indonesia juga didukung oleh faktor demografi. Rasio populasi angkatan kerja kini mencapai 60 persen. Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies Haryo Aswicahyono mengatakan: “Dibanding angkatan kerja tidak produktif, populasi angkatan kerja Indonesia terus berkembang,. Di samping itu, pengelolaan hutang dan sektor financial juga cukup sehat.”
Sejumlah Hambatan
Optimisme tidak cukup untuk mencapai tujuan. Haryo Aswicahyono memperingatkan ada sejumlah masalah yang bisa menjadi hambatan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Diantaranya adalah bebas subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Subsidi BBM Indonesia adalah salah satu yang tertinggi di dunia.
Juni 2013 pemerintah Indonesia telah mengumumkan pemotongan nilai subsidi, setelah berbulan-bulan negosiasi politik. Meski telah dikurangi, namun nilai subsidi BBM Indonesia masih hampir sama dengan pengeluaran Negara di sektor produktif.
Subsidi BBM itu tidak adil, kata ekonom Ari Perdana, yang bekerja untuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan TNP2K: ”Orang kaya mengkonsumsi lebih banyak bensin dan karena itu menikmati lebih banyak alokasi subsidi. Sementara jurang antara yang kaya dan miskin terus melebar.”
Jumlah orang kaya Indonesia termasuk yang paling tinggi di dunia. Saat ini ada lebih dari 100 ribu orang yang memiliki kekayaaan lebih dari 1 juta dollar. Dalam laporan mengenai kekayaan global tahun lalu, Credit Suisse memperkirakan jumlah orang kaya itu akan naik dua kali lipat menjadi 201 ribu pada tahun 2017. Ironisnya, pada saat bersamaan, laporan Bank Dunia mengungkapkan bahwa satu dari empat orang Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, atau mempunyai penghasilan kurang dari Rp 300 ribu per bulan.
Kendala Politik
Ekonom senior Pande Raja Silalahi menyebut salah satu hambatan terbesar bagi ekonomi Indonesia adalah: politik.
Tahun depan Indonesia akan menggelar Pemilihan Umum. Dalam situasi seperti ini para politisi cenderung bersikap populis dibanding membuat kebijakan-kebijakan yang efektif secara ekonomi, dan itu buruk bagi ekonomi!
Pande Raja Silalahi mengatakan: “Mereka membuat kebijakan-kebijakan yang kontradiktif bagi sektor produksi, misalnya dengan menaikkan upah minimum. Ada banyak tekanan politik untuk membuat dan menjalankan kebijakan-kebijakan populis ketimbang memperbaiki efisiensi ekonomi.”
0 komentar:
Posting Komentar