RI- Malaysia Sepakat Tingkatkan Biodiesel CPO
Kuala Lumpur - Menyadari pentingnya penggunaan energi terbarukan di masa depan, Indonesia-Malaysia sepakat mempercepat program peningkatan konsumsi biodiesel dalam ranah keperluan domestiknya.
Kesepakatan itu tertuang dalam Joint Communique yang ditandatangi Menteri Pertanian RI Suswono dan Menteri Industri Perladangan dan Komoditi Malaysia Dato Sri Douglas Uggah Embas di Kuala Lumpur, Jumat (30/8).
Mentan Suswono menegaskan, Indonesia sendiri sudah bertekad untuk meningkatkan pemakaian biodiesel dengan kandungan minyak sawit sebesar 10% dari kebutuhan solar nasional. "Itu sudah kami lakukan," kata Suswono usai Pertemuan Kerjasama Bilateral Antar Pemerintah Malaysia dan Indonesia ke-8 di Kuala Lumpur, seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (31/8).
Sementara Menteri Perladangan Malaysia menambahkan pihaknya akan terus memacu penggunaan minyak sawit dalam biodoeselnya.
Dalam pertemuan bilateral kedua negara, kedua menteri menyatakan kepeduliannya terhadap isu-isu seputar hambatan ekspor minyak sawit, seperti proposal peningkatan pajak domestik terhadap CPO di Prancis dan labeling produk pangan tanpa CPO.
Selain itu, proposal kepada parlemen Uni Eropa yang melarang impor CPO untuk biodiesel dari negara-negara perusak hutan, dan proposal China yang berencana melarang penggunaan CPO dalam produk formula untuk anak-anak dan produk kesehatan.
Kedua negara memandang isu-isu anti perdagangan CPO tidak lagi substantif dalam perspektif perdagangan, masalah kesehatan, dan pengembangan minyak sawit yang berkelanjutan.
Atas dasar itu, kedua menteri meminta kepada para senior officials dari kedua negara untuk terus memonitor perkembangan isu dan mempertimbangkan sebuah misi bersama tingkat menteri (join ministerial mission) ke negara-negara importir CPO pada tahun 2014.
Kedua menteri juga sepakat untuk terus melakukan monitoring isu terkait direktif energi terbarukan Uni Eropa dan NODA (Notice of Data Availability) EPA (Environmental Protection Agency) AS, termasuk mempertimbangkan adanya upaya tindakan hukum (legal provision) di WTO.