Pertamina Minta Perlindungan Pemerintah
JAKARTA | Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengatakan PT Pertamina (Persero) tengah meminta perlindungan pemerintah. Hal itu diminta terkait rencana Pertamina membangun kilang Petrokimia berkapasitas 1 juta ton per tahun.
"Pertamina minta perlindungan. Bentuk perlindungannya yaitu, sebaiknya pemerintah tidak mengizinkan industri sejenis masuk," ucap Dahlan di Pencenongan, Jakarta Pusat, Senin (18/2).
Diakui Dahlan, bahwa Pertamina mempunyai kekhawatiran sendiri, bila pemerintah mengizinkan usaha sejenis dengan skala hampir sama masuk. "Pertamina bilang, nanti bisa ada perebutan pasar. Maka itu Pertamina minta saran, apakah perlu membatalkan proyeknya? mumpung investasi belum banyak, karena total investasi tidak main-main yaitu sebesar 5 milliar dollar," papar Dahlan.
Namun hingga saat ini, pemerintah belum mengambil posisi apakah akan memberikan perlindungan atau tidak. "Masih dibicarakan oleh pemerintah. Yang jelas saya diminta Pertamina untuk menyampaikan itu ke pihak-pihak terkait," tukas mantan Dirut PLN ini.
Seperti diketahui PT Pertamina (Persero) menargetkan penguasaan pasar petrokimia nasional hingga 80 persen di tahun 2025, yang diyakini dapat tercapai melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan nasional dan multinasional.
Pada tahap awal, Pertamina akan merealisasikan proyek pembangunan naphta cracker dengan kapasitas 1 juta ton per tahun. Kilang Naphta Cracker ini ditargetkan dapat beroperasi pada tahun 2017 dengan produksi Ethylene 250 ribu ton per tahun, Polyethylene 400 ribu ton per tahun, Polypropylene 350 ribu ton per tahun, PVC 200 ribu ton per tahun.
Untuk mewujudkan rencana tersebut, Pertamina telah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan tiga perusahaan petrokimia multinasional, yaitu SK Global Chemical, PTT Global Chemical, dan Mitsubishi Corporation, yang merupakan perusahaan petrokimia terkemuka di kawasan Asia.(chi/jpnn)
● JPNN
"Pertamina minta perlindungan. Bentuk perlindungannya yaitu, sebaiknya pemerintah tidak mengizinkan industri sejenis masuk," ucap Dahlan di Pencenongan, Jakarta Pusat, Senin (18/2).
Diakui Dahlan, bahwa Pertamina mempunyai kekhawatiran sendiri, bila pemerintah mengizinkan usaha sejenis dengan skala hampir sama masuk. "Pertamina bilang, nanti bisa ada perebutan pasar. Maka itu Pertamina minta saran, apakah perlu membatalkan proyeknya? mumpung investasi belum banyak, karena total investasi tidak main-main yaitu sebesar 5 milliar dollar," papar Dahlan.
Namun hingga saat ini, pemerintah belum mengambil posisi apakah akan memberikan perlindungan atau tidak. "Masih dibicarakan oleh pemerintah. Yang jelas saya diminta Pertamina untuk menyampaikan itu ke pihak-pihak terkait," tukas mantan Dirut PLN ini.
Seperti diketahui PT Pertamina (Persero) menargetkan penguasaan pasar petrokimia nasional hingga 80 persen di tahun 2025, yang diyakini dapat tercapai melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan nasional dan multinasional.
Pada tahap awal, Pertamina akan merealisasikan proyek pembangunan naphta cracker dengan kapasitas 1 juta ton per tahun. Kilang Naphta Cracker ini ditargetkan dapat beroperasi pada tahun 2017 dengan produksi Ethylene 250 ribu ton per tahun, Polyethylene 400 ribu ton per tahun, Polypropylene 350 ribu ton per tahun, PVC 200 ribu ton per tahun.
Untuk mewujudkan rencana tersebut, Pertamina telah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan tiga perusahaan petrokimia multinasional, yaitu SK Global Chemical, PTT Global Chemical, dan Mitsubishi Corporation, yang merupakan perusahaan petrokimia terkemuka di kawasan Asia.(chi/jpnn)
● JPNN
0 komentar:
Posting Komentar