Mengulang Sejarah Mobil Murah

Pemerintah Orde Baru mencanangkan mobil nasional. Dibandrol dengan harga murah karena dibebaskan dari pajak barang mewah.

OLEH: ALLAN AKBAR

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Tunky Ariwibowo mencoba mobil Timor dalam pameran mobil nasional Timor seusai pembukaan pameran bersama di Gedung Sarinah, Jakarta, 8 Juli 1996 yang diresmikan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto. Foto: Utun Kartakusumah/Repro buku Suara Pembaruan, Rekaman Peristiwa 1996.

PADA 19 September lalu, beberapa produsen mobil meluncurkan mobil murah dan ramah lingkungan. Kebijakan pemerintah memfasilitasi lahirnya mobil murah menuai polemik. Salah satunya, mobil murah hanya akan memperparah kemacetan.

Kebijakan mobil murah dan ramah lingkungan, dengan pemberian keringanan pajak, diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 33/M-IND/PER/7/2013. Kepada pers, Menteri Perindustrian Mohamad S Hidayat mengatakan Permenperin dimaksudkan untuk mendorong dan mengembangkan kemandirian industri otomotif nasional, khususnya industri komponen kendaraan bermotor roda empat. Mesti ditunggu apakah kemandirian industri otomotif nasional akan terwujud?

Kebijakan pemerintah ini seakan mengulang proyek mobil nasional berharga murah rezim Orde Baru, yang berlandaskan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1996 tentang pembangunan industri mobil nasional. Pemerintah berdalih, mobil nasional akan menjadi embrio kemajuan dan kemandirian bangsa dalam industri otomotif.

Kenyataannya tidak demikian. Pasalnya, Presiden Soeharto menunjuk putra bungsunya, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto untuk menggarap proyek ini. Tommy mendirikan PT Timor Putra Nasional (TPN) sebagai perusahaan yang memproduksi mobil nasional secara massal. Mobilnya diberi nama Timor, kependekan dari Teknologi Industri Mobil Rakyat.

Tommy bekerja sama dengan Kia Motors, produsen mobil asal Korea Selatan. Rencananya, PT TPN akan membuat model mobil Kia Sephia versi Indonesia. Di tahun-tahun awal, mobil Timor dibuat sepenuhnya completely build up (CBU) di Korea Selatan, lalu diimpor secara utuh ke Indonesia. “Karena fasilitas perakitan yang belum siap, generasi pertama dari mobil nasional dibuat di Korea Selatan,” tulis Philippe Ries dalam Asian Storm: The Economic Crisis Examined.

Menurut MC Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Tommy mengatakan bahwa dia akan mengirimkan orang Indonesia untuk bekerja di pabrik Kia di Korea, sehingga akan tepatlah mengatakan mobil itu sebagai mobil nasional. Namun, segera ketahuan bahwa usaha bersama ini sama sekali tidak akan membuat mobil nasional di Indonesia.

“Malah, mobil itu jadinya buatan Kia sepenuhnya yang diberi label mobil nasional, sehingga mampu terhindar dari segala pajak dan bea masuk dan mendatangkan keuntungan besar bagi kedua belah pihak,” tulis Ricklefs.

Guna memuluskan rencana impor itu, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 1996 yang mengizinkan PT TPN mengimpor mobil nasional tanpa dikenakan bea masuk.

Mobil Timor secara resmi diluncurkan pada 8 Juli 1996 di Jakarta. Untuk mendongkrak penjualan, mobil Timor mendapatkan hak istimewa berupa pembebasan pajak barang mewah yang membuat harganya lebih murah dari mobil lainnya. “PT Timor Putra Nasional mendapatkan hak istimewa yang luar biasa berupa pembebasan pajak barang mewah sebesar 60%,” tulis Philippe. “Itu berarti mobil Timor dapat dijual dengan setengah harga dari mobil-mobil kompetitor.” Harga Timor hanya dibandrol Rp 35 juta atau separuh dari harga mobil sekelas.

Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa memprotes hak istimewa untuk mobil Timor. Masalah ini dibawa ke World Trade Organization (WTO). WTO memutuskan agar Indonesia mencabut keputusan penghapusan bea masuk dan pajak barang mewah mobil Timor. Pada 1997, produksi Timor dihentikan.


  ● Historia  

0 komentar:

Posting Komentar